-Title :
Who Should I Choose? (Part 4)
-Author :
Fani Yunisa
-Main Cast :
Park JiYeon (T-Ara)
Kwon JiYong/G-Dragon (Big Bang)
Lee Donghae (Super Junior)
-Supporting Cast :
Im Yoona (SNSD)
Oh Hye Rin/Raina (After School)
Lee Min Ho
-Rating :
PG
-Genre :
Romatic/love, friendship
-Length :
Chapter
—
Setelah jam kuliah terakhir selesai, aku pergi menemui Donghae oppa. Aku pergi ke kelasnya tapi ia tidak ada. Mungkin ada di lab belakang, pikirku. Dan benar saja, ia ada di sana dengan namdongsaeng-nya yang masih di tingkat tiga, Lee Min Ho. Entah apa yang sedang mereka lakukan disana. Mereka hanya duduk dan berbincang-bincang. Diam-diam aku mendengarkan pembicaraan mereka.
“Memangnya tidak ada cara lain, hyung?” tanya Min Ho.
“Ne, hanya itu yang bisa kulakukan.”
“Cara itu tidak benar, hyung. Kau hanya akan menyakiti JiYeon dua kali!”
“Apa sekarang kau jadi mencintai JiYeon?” Donghae oppa tersenyum sinis pada namdongsaeng-nya itu.
“Bukan itu masalahnya, hyung. Aku sudah punya yeojachingu, mana mungkin aku mencintai JiYeon. Aku hanya kasihan padanya.”
“Kau tidak mengerti masalahku rupanya.” kata Donghae oppa datar.
“Aku mengerti, hyung. Tapi kalau kau masih mencintai Yoona, kau tidak perlu memanfaatkan JiYeon. Mencoba membuat Yoona cemburu dengan cara berpacaran lagi dengan JiYeon bukan ide yang baik menurutku.”
Apa? Aku tidak salah dengar? Donghae oppa hanya memanfaatkanku? Tidak mungkin. Min Ho hanya sok tau.
“Menurutmu begitu? Menurutku itu yang terbaik. Hanya JiYeon yang bisa membuat Yoona cemburu. Aku yakin hubunganya dengan namja itu akan cepat berakhir.”
“Darimana kau tau?”
“Aku diberitau teman namja itu. Katanya sih, namja itu punya tiga yeojachingu. Dan nanti setelah mereka putus, aku yakin Yoona akan kembali padaku.” jawab donghae oppa enteng.
“Kalau hyung yakin Yoona akan kembali, kenapa kau harus menggunakan JiYeon?!” tanya Min Ho yang kelihatannya geram pada hyung-nya.
“Kau ingin aku dikira namja gampangan? Mudah diputuskan dan kembali begitu saja?! Aku ingin lihat perjuangannya ketika berusaha membuatku kembali. Dan jika dia sudah menyerah, baru aku akan memutuskan JiYeon dan kembali padanya. Lagipula, tidak akan susah membuat JiYeon mau menerimaku kembali, dia kan bodoh.”
Jadi karena itu kah dia ingin kembali padaku? Bukan karena ia masih mencintaiku melainkan karena ingin memanfaatkanku? Sejahat itu kah Donghae oppa?
Aku berlari meninggalkan lab belakang tanpa sepengetahuan mereka. Kau tahu apa yang sedang kurasakan saat ini? Sakit. Hatiku sakit mengetahui bahwa aku ini ternyata yeoja yang sangat bodoh.
Tak peduli siapa saja yang aku tabrak ketika berlari meninggalkan lab. Aku sedang tidak ingin meminta maaf pada siapapun. Terdengar samar-samar seseorang memanggil namaku, tapi aku tidak peduli. Menoleh pun aku tak mau.
Sesampainya di apartement, aku hanya bisa menangis. Aku menangis sekeras-kerasnya di bawah bantal untuk meredam amarahku.
Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Kini sudah tak ada lagi pilihan. JiYong dan Donghae oppa kini bukan lagi namja yang harus aku pilih. Kenapa cerita cintaku seperti ini? Tak ada bagian yang baik. Apa cinta bukan hal yang bisa membuatku bahagia? Mungkin.
Aku tak ingin merasakan lagi apa yang namanya cinta. Cinta sudah terlalu sering menyakitiku. Aku harus menghapus kata-kata ‘namjachingu’ dari pikiranku. Mungkin itu akan membuat hidupku lebih baik.
Hari ini tidak ada jam kuliah. Rencananya pagi ini aku akan pergi ke taman untuk menjernihkan pikiran, tapi seseorang mengetuk pintu apartementku. Ketika kubukakan pintu, tampak seorang namja memakai kaos biru dengan celana jeans panjangnya sedang berdiri di depan pintu.
“Sedang apa oppa di sini?” tanyaku melihat Donghae oppa yang sedang tersenyum manis melihatku.
“Aku ingin mengajakmu bermain ke Lotte World, kebetulan hari ini aku tidak ada jam kuliah.”
“Lupakan.” jawabku datar sambil menutup pintu dengan keras. Tak tahu malu. Aku sebal melihat mukanya yang seakan tanpa dosa. Jangan harap aku akan menerima ajakanmu.
Donghae oppa kembali mengetuk pintu kamarku, tapi tak aku pedulikan. Setengah jam ia terus berada di depan kamarku, mengetuk pintu kamarku, dan memanggil-manggil namaku. Tapi akhirnya ia menyerah. Aku tak tau apakah ia sudah pergi atau belum. Handphone-ku berdering pendek tanda ada pesan yang masuk. Ternyata Donghae oppa. Ia menanyakan ada apa denganku yang sepertinya sedang marah padanya. Aku memang sedang marah padamu, oppa! Aku tidak membalas pesannya. Aku malah membuka baterai handphone-ku dan menyimpannya di laci meja.
Seharian aku diam di apartement. Bosan, pikirku. Sore ini aku memutuskan untuk pergi ke taman. Sepertinya Donghae oppa sudah pulang. Mana mungkin dia mau diam di depan pintu apartement-ku sampai sore begini.
Ketika aku membuka pintu, memang Donghae oppa sudah tidak ada. Tapi kali ini JiYong yang sedang berdiri di depan pintu apartementku. Dilihat dari posisi tangannya yang sedang terangkat di depan pintu, sepertinya ia baru akan mengetuk pintu.
“Sedang apa kau?”
“Hei, kenapa matamu sembab? Habis menangis ya?” ia balik bertanya tanpa menjawab pertanyaanku.
“Sedang apa kau?” tanyaku untuk yang kedua kalinya.
“Ah, aku hanya ingin melihat keadaanmu. Kemarin aku lihat kau berlari keluar dari fakultas kedokteran sambil menangis. Sedang ada masalah ya?”
“Tidak usah mempedulikan aku. Pulanglah.” jawabku datar dan kembali menutup pintu, tapi ditahan oleh tangan JiYong.
“Kau berubah belakangan ini. Ada apa sih? Aku ini sahabatmu. Bisakah kau menceritakan masalahmu padaku?” katanya tanpa melepaskan tangannya dari pintu.
“Berubah? Itu hanya perasaanmu saja. Pulanglah, aku baik-baik saja.” pintaku untuk yang kedua kalinya. Aku berusaha menutup pintu tapi ia tetap menahannya.
“Apa sih maumu? Bisa tidak jangan mengangguku sehari ini saja? Jebal...” aku berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata. Aku tidak ingin menangis di depannya. Tapi tiba-tiba ia mendorong pintu dengan keras dan membuatku terdorong.
“Aku hanya ingin berbicara denganmu sebentar saja!” ia berteriak dan itu membuatku sedikit terkejut. Kenapa sih namja ini? Belakangan ini ia jadi tidak bisa diajak berkompromi. Membiarkanku tenang pun sepertinya tidak bisa.
“Arasseo. Tapi tidak di sini.”
Aku mengajaknya ke taman karena memang hari ini aku ingin sekali pergi kesana. Untungnya sore ini taman sedang sepi. Tak banyak anak kecil yang sedang bermain di sana. Yah sebenarnya sih taman ini jarang dipenuhi orang. Kebanyakan penduduk di sini lebih suka pergi ke mall daripada ke taman. Apalagi di sini hanya ada beberapa permainan anak dan satu pohon besar yang dibawahnya diletakkan bangku yang sudah usang. Hanya pemandangan gunung Halla yang membuatku betah berlama-lama di sini.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” tanyaku setelah duduk di bangku taman.
“Ini tentang Donghae.”
“Tak ada yang perlu dibicarakan tentang Donghae oppa.” jawabku datar.
“Tentu saja ada. Apa kau kemarin menangis karena Donghae? Jawablah dengan jujur.”
“Kalau iya memangnya kenapa?”
“Hei, kau ini kenapa sih? Biasanya kau cerita padaku kalau kau ada masalah. Bahkan saat putus dengan Donghae pun kau cerita padaku. Apa kau sudah tidak menganggapku sebagai sahabatmu lagi?!” katanya. Air mataku keluar lagi. Tak tahan melihatku menangis, JiYong menarikku ke dalam pelukannya.
“Sudah jangan menangis, ceritakanlah padaku. Setidaknya itu akan mengurangi beban masalahmu.” akhirnya aku menceritakan pembicaraan antara Donghae oppa dan namdongsaeng-nya kemarin pada JiYong setelah tangisku berhenti. Dia mendengarkan ceritaku dalam diam. Terlihat sedikit aura marah menghiasi wajahnya setelah mendengar ceritaku.
“Jadi, itukah sebabnya ia ingin kembali lagi padamu? Cih, memalukan! Awas saja, aku akan membuat perhitungan padanya!” katanya geram.
“Sudahlah JiYong, tak usah membesar-besarkan masalah ini.” jawabku.
“Mwo? Kau akan diam saja setelah tau apa yang akan dia perbuat padamu??! Kau ingin dianggap apa sih?” JiYong malah geram padaku.
“Anggap saja aku yeoja paling bodoh yang pernah kau kenal. Lagipula Donghae oppa belum melakukannya padaku. Tenang saja, aku tak akan membiarkan dia menjalankan rencananya. Aku juga sudah membuat satu keputusan.”
“Apa itu?”
“Aku tak akan mencari namjachingu lagi. Sebisa mungkin aku tak ingin mengenal yang namanya cinta. Soal calon suami, aku akan menyerahkannya pada appa dan eomma. Pilihan mereka mungkin bisa lebih baik. Sudahlah, jangan jadikan aku beban pikiranmu.”
“Mwo? Kau gila? Kalau begitu caranya aku yakin kau akan menyesal. Jangan melakukan sesuatu yang bodoh. Tenang saja, aku dan Hye Rin akan berusaha mencarikan namjachingu yang terbaik untukkmu.”
“Sudahlah tidak usah. Biarkan aku seperti ini.”
“Hei, aku ini sahabatmu. Mana mungkin aku membiarkanmu dalam kesulitan.”
“Kau tak akan bisa memecahkan masalahku. Karena kalau dipikir-pikir, kau juga salah satu sumber masalahku.” benarkah apa yang aku katakan? Tentu saja. Kalau JiYong tidak mempermainkan perasaanku, mungkin aku tak akan terlalu menyesal seperti ini.
“Aku?” katanya heran.
“Ah, jangan terlalu dipikirkan. Aku hanya bercanda.” kataku berusaha menutupi rasa herannya. Aku hanya bisa menyunggingkan senyum terpaksa.
“Hei hei hei, apa kau...”
“Sudah hampir gelap. Aku harus pulang, banyak yang harus aku kerjakan. Annyeong kyeseyo.”
Aku meninggalkan JiYong sendirian di taman. Aku tak tahu apa yang akan dikatakan JiYong tadi. Tapi firasatku mengatakan bahwa dia akan menanyakan sesuatu yang tidak ingin aku jawab.
Seminggu berlalu dan JiYong masih belum menemukan namjachingu untukku. Sejak awal aku sudah menolak niat baiknya, tapi ia tetap bersikeras. Seberapa banyak pun ia mencarikan namja untukku, aku akan tetap menolaknya.
Aku menyadari adanya perubahan pada JiYong. Ia belakangan tidak terlihat semangat. Senyum manis yang biasanya sering ia pamerkan, sekarang malah sedikit menghilang. Aku mendengar dari teman-teman se-timnya bahwa belakangan JiYong jarang latihan. Terlihat seperti JiYong telah kehilangan semangat. Julukan G-Dragon pun sepertinya sudah tidak melekat lagi padanya.
“JiYeon-ssi!” panggil sebuah suara ketika aku berjalan keluar kampus sore ini.
“Ne?” aku menoleh dan mendapati Hye Rin tengah berlari-lari kecil menghampiriku.
“Bisa bicara sebentar?” tanyanya dengan nafas yang sedikit tersenggal-senggal.
“Boleh. Kita bicara di coffee cafe sana saja ya, kebetulan aku mau ke sana.” kataku sambil menunjuk cafe di seberang jalan.
“Arasseo.”
Kami masuk ke coffee cafe yang sudah sering aku kunjungi. Seperti biasa, disini tidak banyak pengunjung, dan itulah yang aku suka.
“Ada apa?” tanyaku setelah memesan dua cangkir cappucino panas kepada seorang pelayan yang agak gemuk.
“Ini tentang JiYong.” jawabnya.
“Kenapa dengan JiYong? Apa dia memutuskanmu?”
“Anio. Apa kau sadar dengan perubahan JiYong akhir-akhir ini?”
“Tentu saja. Tapi dia tak pernah bercerita apa pun padaku tentang masalahnya. Jangan khawatir, perubahan itu tak akan membuat rasa cintanya berkurang padamu.” kataku meyakinkan. Ia hanya tersenyum sinis padaku.
“Bukan itu masalahnya. Sebenarnya penyebab perubahan JiYong akhir-akhir ini adalah kau.” aku hanya bisa memandangi Hye Rin dengan heran. Kenapa tiba-tiba aku yang disalahkan? Apa dia jadi stress gara-gara tidak bisa menemukan namjachingu untukku?
-TBC-
PLEASE LEAVE YOUR COMMENT...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar