-Title :
The End Of Our Story (Part 2)
-Author :
Fani Yunisa
-Main Cast :
Kim HyunAh (4Minute)
Yong JunHyung (B2ST/BEAST)
Park GyuRi (Kara)
-Supporting Cast :
Kimbum
Lee GiKwang (B2ST/BEAST)
Yoon DooJoon (B2ST/BEAST)
Yoon Eun Hye
-Rating :
PG
-Genre :
Classic romantic
-Length :
3shot
---
HyunAh’s POV
Dimana aku? Ini seperti di padang rumput favoritku, padang Ga-Eul. Tapi mengapa di sini terasa lain. Padang ini menjadi sedikit lebih indah. Bahkan pohon mangga yang selalu menjadi tempatku bernaung pun buahnya tumbuh lebat sekali. Warna rumput di sini lebih cerah dan segar kelihatannya. Awan pun terlihat sangat bersahabat dengan suara burung yang berkicauan lembut. Aku tidak melihat para petani dan kerbaunya di tengah padang. Kemana para petani itu pergi? Biasanya mereka selalu ada di sana, memberi makan kerbaunya. Angin sejuk menerpa wajahku, segar sekali, bahkan sangat segar. Dan aku hanya sendiri di sini.
Eh tunggu, sepertinya ada yang sedang duduk di pinggir padang, tak jauh dari pohon mangga. Aku segera menghampirinya dan ternyata ada dua orang. Sebelum aku menyapa, dua orang itu sudah membalikkan mukanya, yang sedari tadi terus memandang Gunung Seorak. Jantungku berdetak dengan cepat. Aku tak percaya dengan apa yang kulihat. Ternyata dua orang yang sedang duduk itu adalah eomma dan appa. Mereka tersenyum hangat kepadaku. Tiba-tiba terdengar suara dari arah berlawanan, dan itu terdengar seperti suara Kak GyuRi. “HyunAh, bangunlah. Ayo makan siang dulu.” panggil suara itu.
“Pergilah HyunAh,kau harus pulang. Kakakmu sudah memanggil.” kata eomma
“Tapi eomma, aku ingin bersama kalian...” pintaku sambil setengah memelas.
“Kau belum waktunya bersama kami. Bersabarlah. Karena tidak lama setelah ini kita akan bertemu lagi dan hidup bersama. Pergilah pada kakakmu.” kata appa.
“Baiklah, tapi eomma dan appa harus berjanji padaku, nanti setelah aku kembali eomma dan appa harus menungguku di sini. Janji?”
“Ne...” jawab eomma dan appa. Aku berlari pulang setelah melihat senyuman hangat mereka. Tapi tiba-tiba sekelilingku menjadi gelap. Aku merasa diriku jatuh ke jurang yang sangat dalam. Dan aku terjaga.
“HyunAh...HyunAh...”
Mataku terbuka perlahan mendengar suara yeoja yang memanggil namaku.
“Ah...akhirnya kau bangun juga. Ayo makan dulu, kau tidak boleh telat makan.” perintah Kak GyuRi.
Ternyata Kak GyuRi yang membangunkanku ketika aku sedang bermimpi indah, mimpiku bersama eomma dan appa. Aku melihat ke sekelilingku dan ternyata aku ada di kamarku sendiri.
“Kenapa aku ada di rumah, Kak?”
“Tadi pagi kau pingsan di sekolah. Untung ada JunHyung yang menggendongmu pulang ke rumah. Eonnie sangat khawatir sekali.”
“Sekarang kemana JunHyung?” tanyaku.
“Setelah mengantarmu pulang, ia kembali ke sekolah. Ia bilang akan menjengukmu nanti sepulang sekolah. Sepertinya ia khawatir sekali dengan keadaanmu, sama seperti eonnie.”
“Eonnie tidak usah khawatir, aku baik-baik aja.”
“Ne, eonnie tau.” ada sedikit getar kesedihan saat eonnie berbicara. Aku tak tahu bagaimana perasaan eonnie saat ini mengetahui bahwa adiknya akan meninggalkan kehidupan di dunia.
“Sudah siang, makan dulu ya. Nih, eonnie sudah bawakan nasi dan sup daging kesukaanmu. Makanlah.”
“Gomaweo, eonnie. Oh iya, namdongsaeng kecil kita belum pulang ya?” tiba-tiba aku teringat pada Kimbum.
“Dia sudah pulang kok, dia sedang menonton televisi.” jawab Kak GyuRi.
“Ada apa?” tiba-tiba aku mendengar suara imut seorang anak laki-laki. Dan ternyata itu Kimbum. Ia berdiri di pintu kamarku. Mungkin ia mendengarkan pembicaraanku dengan Kak GyuRi.
“Ya! Kenapa jam segini sudah pulang? Kau bolos ya? Baru kelas 4 SD sudah berani bolos.” tanyaku sedikit membentak.
“Enak saja, aku tidak bolos. Di sekolahku sedang ada rapat guru, jadi semua murid di pulangkan. Noona ini selalu saja menuduhku yang tidak-tidak. Dasar noona jelek!” balasnya dengan menjulurkan lidah ketika ia duduk di pinggir tempat tidurku.
“Berani-beraninya kau panggil aku jelek. Kau lebih jelek dariku tau!” aku membalas juluran lidahnya.
“Sudah-sudah jangan bertengkar. Eonnie mau ke dapur dulu, mau menyiapkan makan siang buat Kimbum.” eonnie pun keluar dari kamarku.
“Noona sendiri kenapa pulang sangat pagi? Noona bolos kan? Sampai rumah malah tidur. Huh ternyata noona itu bandel!” lanjut Kimbum setelah Kakak keluar dari kamarku. Mungkin Kak GyuRi yang memberitahunya, tapi sepertinya ia tak bilang pada Kimbum bahwa aku pingsan. Lagian, ia tak tahu soal penyakitku ini.
“Ya! Jaga mulutmu itu, noona itu pulang pagi karena noona datang ke sekolah terlambat. Penjaga sekolah tidak mengizinkan noona masuk. Makanya noona pulang lagi ke rumah. Lagian, noona di rumah tidak ada kerjaan, jadi noona tidur deh sampai siang.” jawabku berbohong sambil menjitak kepalanya pelan.
“Aish, sakit noona! Ah paling-paling itu alasan noona saja, dari dulu noona kan pemalas, jadi pantas saja kalau noona bolos sekolah.”
“Dasar kau ini, masa noona yang cantik, baik hati, jujur, rajin menabung, dan tidak sombong ini bolos dari sekolah. Tidak mungkin!” kataku tegas.
“Mwo? Ya! Jangan berkata seperti itu lagi, membuatku ingin muntah saja.”
“Wah wah wah...namdongsaeng-ku yang satu ini nakal sekali ya rupanya. Awas kau ya! Belum pernah melihatku mengeluarkan jurus Sailor Moon ya, hah? Sini kau!”
Kimbum menghindar dari tangkapanku dan berlari ke depan pintu.
“Wee...noona tak bisa menangkapku, noona sudah terlalu tua sih, hahaha.” ia tertawa dan menjulurkan lidahnya padaku. Ia keluar dari kamarku dengan ekspresi puas yang tergambar di wajahnya. Jih dasar namdongsaeng nakal. Yah walaupun nakal, aku sangat sayang padanya. Ia selalu membuat hari-hariku menyenangkan dengan sifat-sifatnya yang nakal dan jahil itu.
Aku kembali melahap makan siangku. Tak lama, aku mendengar seseorang mengetuk pintu rumah dan Kak GyuRi segera membukakan pintu.
“HyunAh, JunHyung datang!” teriak kakakku dari ruang tamu.
“Suruh saja ke kamarku, Kak. Aku sedang makan nih!” jawabku yang sama berteriak.
Terdengar suara langkah kaki menuju kamarku. Dan masuklah JunHyung dengan membawa bungkusan kecil. Ia masih mengenakan baju seragam. Rupanya ia belum pulang ke rumah.
“Kau ini yeoja, berteriaklah sewajarnya. Seperti preman saja.” katanya begitu masuk kamarku.
“Ini sudah wajar tau, kau ini bawel sekali. Lagian kalau aku bicara pelan, Kak GyuRi mungkin tak akan mendengarku.”
“Tapi teriakan kakakmu lebih enak didengar.”
“Ah bawel. Diamlah, aku sedang makan.”
“Arasseo...”
Ia diam saat aku makan. Melihat ada komik di meja belajarku, ia langsung mengambilnya dan membacanya. Sekali-kali dia melihatku yang sedang makan.
“Kalau sedang makan kau seperti yeoja ya.” katanya setelah aku selesai makan. Aku menyimpan piring bekas makan di meja lampu dekat tempat tidurku.
“Kau pikir selama ini aku bukan yeoja, hah?”
“Hahaha, anio. Hanya saja sifat-sifatmu itu menggambarkan kau seperti namja.”
“Cih, itu kan karena aku kebanyakan bergaul denganmu JunHyung.”
“Enak saja kau menyalahkan aku. Hei kenapa kau panggil aku ‘JunHyung’ lagi? Aku kan sudah bilang, mulai sekarang panggil aku ‘Junnie’. Ah...anio anio anio, panggil saja aku ‘Junnie oppa’.”
“Hah? ‘Junnie oppa’? Aku harus memanggilmu oppa? hahaha...” aku tertawa geli mendengarnya.
“Kau pikir diantara kita siapa yang lebih tua, hah? Walaupun hanya beda sembilan bulan, tapi aku lahir lebih dulu darimu. Jadi wajar kalau kau panggil aku ‘oppa’. Kalau kau tidak mau sih tak apa. Tapi aku tak akan menjawab panggilanmu kalau kau panggil aku JunHyung.” ia menjulurkan lidahnya padaku. Ia memang seperti anak kecil.
“Argh...arasseo arasseo, Junnie oppa. Kau ini pemaksa sekali. Hei apa yang kau bawa?” mataku tertuju pada bungkusan kecil yang dari tadi ia pegang.
“Oh iya, aku hampir lupa. Tadi pulang sekolah aku melihat ada penjual gelang rajut di dekat supermarket. Karena motifnya bagus dan harganya murah, aku membelinya. Nih, satu untukmu.” ia memberikan sebuah gelang bermotif kotak-kotak berwarna hitam putih padaku, sama persis dengan miliknya.
“Kenapa kau membeli motif yang sama? tanyaku.
“Kenapa memangnya? Tidak boleh?”
“Anio. Gomaweo Junnie oppa, aku suka sekali motifnya.” jawabku sambil tersenyum.
“Ne, cheonman.”
Aku memakai gelang itu di lengan kiriku. Walaupun mungkin banyak di jual di pasar, tapi aku sangat suka motifnya. Eh, pasar? Oh iya, aku baru ingat sekarang!
“Junnie oppa, aku ingin ke Pasar DongSon...kau kan bilang akan menemaniku.”
“Tapi kan keadaanmu sedang tidak baik, besok saja kita ke sana.”
“Anio! Aku ingin pergi sekarang. Aku sudah tidak apa-apa kok, aku kan sudah tidur dari pagi. Ayo-ayo kita berangkat. Kau tunggulah di ruang tamu, aku mau mengganti pakaian dulu.” aku mendorongnya keluar dan menutup pintu kamar. Dengan cepat, aku langsung membuka lemari dan mengganti pakaian.
HyunAh’s POV End
JunHyung POV
Aish, yeoja ini keras kepala sekali. Ia tak peduli padaku yang mengkhawatirkannya. Aku melihat adiknya, Kimbum, tengah asik menonton kartun kesayangannya sambil melahap makan siang. Aku pergi ke ruang tamu dan mendapati Kak GyuRi sedang duduk sambil melamun di sana.
“Eh, Jun...apa HyunAh sudah menyelesaikan makan siangnya?” tanyanya ketika menyadari kehadiranku.
“Sudah, noona. Dia sedang ganti baju. Sekarang dia memintaku untuk mengantarnya ke Pasar DongSon.”
“Ke Pasar DongSon? Tapi kan dia baru saja sadar!” katanya kaget.
“Aku juga sudah melarangnya. Tapi adikmu sangat keras kepala. Jangan khawatir, nuna...aku akan menjaganya. Sampai detik terakhir...” kalimat terakhir kuucapkan sambil menunduk dan sangat pelan, bahkan mungkin terdengar seperti sedang bergumam.
“A...apa kau sudah tau masalahnya, Jun?” kata Kak GyuRi yang sepertinya mendengar ucapan terakhirku tadi.
“Ne...aku sendiri menganggapnya sedang bercanda saat pertama kali memberi tahuku. Ia bahkan memintaku untuk membuat hari-hari terakhirnya terasa menyenangkan. Jujur, sangat berat bagiku menerima kenyataan bahwa dia akan meninggalkanku untuk selamanya. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengabulkan permintaan terakhirnya.” aku memandang langit-langit rumah, berusaha menahan jatuhnya air mata.
“Ia juga memintaku untuk tidak menangisi kepergiannya. Dia bodoh, benar-benar bodoh. Mana ada seorang kakak yang tidak menangis ketika ditinggal adiknya tercinta. Aku tak ingin ia meninggalkanku. Aku sangat menyayanginya. Tapi sepertinya Tuhan tak ingin melihatku bahagia. Tuhan ingin mengambil HyunAh dariku...” Kak GyuRi mengeluarkan air matanya. Aku tahu sangat berat kehilangan HyunAh. Aku merasa tak akan ada yeoja lain yang seperti dia.
“Aku mengerti, noona. Perasaan itu juga yang sekarang sedang menimpaku. Aku sudah berjanji akan menemaninya di hari-hari terakhir hidupnya.”
“Ne, aku sangat mohon padamu, Jun. Sepertinya hanya kau yang bisa membuat senyumnya tetap menghiasi wajahnya. Aku percayakan HyunAh padamu.”
“Ne...” jawabku singkat. Kak GyuRi pergi meninggalkan ruang tamu dengan wajah yang dibasahi air mata sebelum HyunAh selesai mengganti pakaian.
“Hei, kenapa wajahmu suram begitu? Kau seperti hantu.” kata HyunAh yang menghampiriku setelah selesai mengganti baju. Aku cepat-cepat mengubah ekspresi mukaku agar ia tak curiga.
“Kau tau kan ciri-ciri orang keren itu wajahnya selalu suram, jadi jangan aneh.”
“Mwo? Aku tidak salah mendengar? Kau malah terlihat seperti hantu jika wajahmu suram begitu.”
“Enak saja kau. Oh iya, aku tadi sudah minta izin pada kakakmu, dan ia memperbolehkan kita pergi. Ayo kita berangkat.”
“OK...Let’s go!” jawabnya dengan semangat.
Setibanya di Pasar DongSon kami langsung mampir ke pusat makanan Korea. Dasar HyunAh, dia kan baru saja makan siang, apa dia belum kenyang? Makanan yang pertama ia beli adalah kimchi, makanan favoritnya. Setelah itu, ia membeli mie ramen. Di sana kami melihat-lihat pakaian, pernak pernik, dan mencicipi makanan gratis. Kami lama sekali berada di sana, hampir tiga jam. Tapi aku puas karena sepertinya HyunAh senang sekali datang ke Pasar DongSon. Sampai pulang pun ia tak melepaskan senyum dan tawanya. Walaupun aku beberapa kali melihat wajahnya yang sedang menahan kesakitan. Aku pun jadi penasaran, apakah ia juga tersenyum dan tertawa dalam hatinya. Karena jujur saja, walaupun aku ikut tersenyum dan tertawa puas bersamanya, hatiku tetap diam membisu diselimuti kesedihan.
Setelah sampai di depan rumahnya, aku melihat Kak GyuRi sedang menyirami bunga-bunga di halaman rumah. Ia langsung menghampiri kami.
“Sudah puas HyunAh? Kau ini kebiasaan selalu pulang sore.” kata Kak GyuRi sedikit marah walaupun matanya menyiratkan kekhawatiran.
“Ne...aku kan bersama Jun. Eonnie tidak usah khawatir. Junnie oppa, gomaweo sudah mau menemaniku hari ini. Haahh...aku sangat puas.”
“Cheonman, sudah sana masuk. Mandi dan beristirahatlah. Oh iya, besok kau mau sekolah?” tanyaku.
“Hmm...sepertinya tidak. Besok pulang sekolah datanglah ke rumahku, OK?”
“OK!” jawabku.
“Arasseo, aku mau mandi dan beristirahat. Annyeong kyeseyo!”
“Ne, annyeong kaseyo.” Ketika ia memasuki rumahnya, Kak GyuRi mengucapkan terima kasih padaku.
“Gomaweo, Jun. Sepertinya ia senang sekali hari ini. Aku tak bisa membayangkan kalau tidak ada kau. Sekali lagi gomaweo.” Ia membungkukan badannya di depanku.
“Anio. Kau tak usah membungkuk padaku seperti itu. Aku melakukannya karena itu sudah kewajibanku. Sudahlah, nuna....Aku pulang dulu ya, annyeong kyeseyo.”
“Ne, annyeong kaseyo.” ia menjawabnya sambil tersenyum. Aku tahu Kak GyuRi berusaha untuk tegar. Yah, sama sepertiku. Aku pun melangkahkan kakiku pulang ke rumah.
Hari ini adalah hari terakhir bagi HyunAh. Sebenarnya aku ingin menemaninya 24 jam, tapi karena hari ini bukan hari Minggu, aku terpaksa masuk sekolah. Yah, aku tak berani membolos, percuma kalau aku membolos hanya untuk menemani HyunAh, toh dia tak akan mau jika ditemani aku yang mengorbankan jam-jam sekolah hanya untuk menemaninya.
Selama di sekolah yang kupikirkan hanya HyunAh, HyunAh, dan HyunAh. Sampai-sampai Pak Lee GiKwang menangkapku yang sedang melamun dan memarahiku. Saat istirahat pun aku lebih memilih diam di dalam kelas daripada pergi ke kantin. Aku bahkan tak bersemangat untuk makan karena terus memikirkan HyunAh. Aku tak memikirkan apakah hari ini ia senang atau sedih, yang kupikirkan adalah apakah aku masih bisa menemuinya pulang sekolah nanti? Tiba-tiba ada yang mengayunkan tangannya ke atas dan ke bawah di depan wajahku.
“Ya! Kau ini kenapa sih JunHyung? Dari tadi pagi yang kau lakukan hanya melamun saja.” kata DooJoon yang membuyarkan lamunanku. Tanpa aku sadari ia sudah duduk di bangku sebelahku.
“Aish, kau ini menggangu saja. Aku ini sedang memikirkan sesuatu yang penting.” jawabku.
“Hmm...sesuatu yang penting atau seseorang yang penting???” godanya.
“Maksudmu apa?”
“Aku tau kau sedang memikirkan yeoja sebangkumu yang hari ini tidak masuk sekolah. Iya kan iya kan? Mengakulah...”
“Sok tau.” jawabku singkat.
“Jangan bohong kau. Aku lihat kau terus melirik bangku HyunAh saat pelajaran sedang berlangsung. Hayo ngaku hayo ngaku...” dia terus saja mendesakku agar menjawabnya. Dasar, KM tak tahu malu. Selalu saja ingin tahu masalah orang lain.
“Ne, aku memang sedang memikirkannya. Puas?” kulihat ekspresi wajahnya yang kaget sekaligus puas.
“Wah wah wah...jangan-jangan kau...” ia tak melanjutkan kata-katanya, tapi aku tahu apa yang akan ia katakan.
“Ne, aku memang...” aku tak melanjutkan kata-kataku karena bel masuk telah berbunyi. Sepertinya ia sangat penasaran sekali dengan jawabanku, tapi aku mengusirnya dari bangku HyunAh.
JunHyung’s POV End
HyunAh’s POV
Hari ini aku dan kakakku mengunjungi pemakaman eomma dan appa. Makam mereka terletak di atas bukit yang hijau nan asri. Udaranya sejuk sekali, tak kalah sejuknya dengan padang rumput favoritku. Aku melihat dua gundukan tanah yang sudah ditutupi rumput-rumput hijau, yang sebentar lagi akan bertambah menjadi tiga. Aku berjongkok di antara makam eomma dan appa, yang memang jaraknya hanya lima puluh sentimeter. Ku taruh bingkisan bunga di atas makam eomma dan appa yang kubeli di toko bunga dekat pemakaman. Kak GyuRi berdiri di depan makam eomma dan appa sambil menggumamkan sesuatu, mungkin ia sedang berdoa. Biarlah, aku tak akan mengganggunya.
“Eomma, appa, aku datang bersama Kak GyuRi. Bagaimana kabar kalian? Apa kalian baik-baik di sana? Apa kalian rindu pada kami? Aku sangat rindu padamu eomma, appa. Dan kalian tahu? Sebentar lagi aku akan menyusul kalian. Dimana kalian sekarang? Apa masih menungguku di padang Ga-Eul? Tunggu aku sebentar lagi ya eomma, appa. Kalian kan sudah berjanji dalam mimpiku untuk menungguku di sana. Aku ingin sekali melepas rindu dan berbagi cerita pada kalian.
Eomma, appa, sebenarnya dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku enggan meninggalkan dunia ini. Aku masih ingin hidup bersama eonnie dan namdongsaeng-ku. Masih ingin berbagi kebahagiaan bersama mereka. Dan juga, mungkin aku mencintai seorang namja. Namja yang baik, tampan, perhatian, pintar, dan sangat akrab denganku. Aku tak tau apakah ia juga mencintaiku atau tidak. Tapi aku tak ingin mengungkapkan perasaanku padanya. Aku takut jika ia menolakku, hubungan persahabatan kami akan putus. Aku sudah banyak merepotkannya belakangan ini. Tapi tak apalah, ini tak akan berlangsung lama. Menurut kalian, apa aku pantas mendapatkan namja seperti dia? Mungkin dia terlalu sempurna untukku, dan juga terlalu sehat....Yah kita doakan saja mudah-mudahan dia mendapat yeojachingu yang pantas untuknya.
Ah...banyak yang ingin aku ceritakan pada kalian. Tapi mungkin sekarang belum bisa. Makanya, eomma dan appa harus menungguku di padang Ga-Eul ya! Nanti kita bercerita bersama, OK?” pertanyaan itu mengakhiri curhatku pada dua gundukan tanah yang tak bersuara. Aku seperti orang gila yang bercerita sendiri. Kuusap pelan nisan kedua orang tuaku. “Eomma...appa....”
Terdengar suara isak tangis Kak GyuRi, ia menutup muka dengan kedua tangannya. Apa ia mendengar semua yang aku bicarakan? Mungkin.
“Eonnie, tak usah menangis, semua akan baik-baik saja.”
“Kau tega sekali menyuruh eonnie diam sementara hati eonnie sakit sekali. Apakah kau tau betapa hancurnya hati eonnie mengetahui bahwa kau akan pergi? Apa kau tega membuat eonnie menahan kesedihan yang menyesakkan ini? Hanya menangis yang bisa eonnie lakukan. Eonnie bekerja selama ini bukan hanya untuk kebahagiaan Kimbum, tapi untuk kebahagiaanmu juga. Sekarang kau tega membuat pekerjaanku jadi tak berarti. Aku sangat menyayangimu HyunAh, aku sangat...” ia menagis lebih keras dan menarikku dalam pelukannya. Aku tak kuasa menahan tangis. Padahal aku sudah berusaha menahannya belakangan ini. Aku memeluk Kak GyuRi erat dan tak ingin melepaskannya. Kami menangis bersama sambil berpelukan.
“Mianhae eonnie, jeongmal mianhae...bukan aku yang menginginkannya. Tak ada pilihan lain. Kau harus menerima kenyataan ini. Kebersamaan dan kebahagiaan tak selamanya dimiliki manusia. Eonnie harus mengerti itu. Jangan menangis lagi ya. Walaupun masih lama, kita akan bertemu lagi nanti. Percayalah padaku, eonnie!”
Pagi ini benar-benar menyesakkanku. Sepertinya cuaca yang cerah ini tidak bersahabat dengan hatiku yang sedang hancur. Biarlah tangis ini menghiasi hari terakhirku.
HyunAh’s POV End
JunHyung’s POV
Aku berlari menyusuri jalan ini, jantungku berdetak kencang tak karuan. Rasa khawatir membalut perasaanku. Sial, hari ini aku pulang jam tiga sore gara-gara pelajaran Kimia yang menyebalkan. Aku bahkan tak pamit pada Bu Yoon Eun Hye saat bel pulang berbunyi. Aku bergumam dalam hati, “Dia masih ada, dia masih ada...ya tentu saja, dia masih ada. Dia tak mungkin sudah pergi. Dia masih ada...”
Akhirnya aku sampai di depan rumahnya. Segera aku berdiri di pintu depan. Sebelum mengetuk pintu, kuatur nafasku agar bisa kembali ke keadaan semula. Lalu setelah aku bisa bernafas normal, kuketuk pintu rumahnya.
Tok tok tok!
“Ya sebentar!” terdengar jawaban dari dalam. Aku berharap HyunAh yang membukakan pintu. Tapi ketika dilihat, yang membukakan pintu bukan HyunAh, melainkan Kak GyuRi. Matanya sembab sekali, seperti sudah menangis. Apa jangan-jangan...tidak, tidak mungkin! Perasaanku jadi tak enak dan aku langsung menanyakan HyunAh.
“HyunAh ada kan, noona?”
To Be Continue...
PLEASE LEAVE YOUR COMMENT...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar