-Title :
Who Should I Choose? (Part 3)
-Author :
Fani Yunisa
-Main Cast :
Park JiYeon (T-Ara)
Kwon JiYong/G-Dragon (Big Bang)
Lee Donghae (Super Junior)
-Supporting Cast :
Im Yoona (SNSD)
Oh Hye Rin/Raina (After School)
Son Na Eun (A Pink)
-Rating :
PG
-Genre :
Romatic/love, friendship
-Length :
Chapter
—
Pagi ini sinar matahari menerobos masuk jendela kamarku, membuatku terbangun dengan tangan menghalangi mata. Semalam aku pasti ketiduran saat sedang belajar di tempat tidur. Ternyata percuma belajar dengan banyak pikiran. Tak ada satupun materi yang menempel di otakku, padahal hari ini ada test harian. Siang ini juga JiYong akan bertanding. Arghh...otakku serasa akan meledak..!
Begitu jam kuliah dimulai, dosenku langsung memberikan kertas test berisi soal-soal sebanyak lima nomor. Untung saja soal-soal itu hanya menanyakan pendapat tentang arsitektur-arsitektur kuno di Yunani. Walaupun aku tidak belajar sungguh-sungguh tadi malam, tapi soal seperti ini masih bisa aku atasi. Aku juga tidak bodoh-bodoh amat kok.
Aku melihat ke arah JiYong yang duduk empat kursi di samping kiriku. Ia terlihat sedang menggaruk-garuk kepalanya yang aku yakin tidak gatal. Mungkin ia sedikit kesulitan dalam mengerjakan soal. Merasa sedang diperhatikan, JiYong menoleh padaku dan mata kami bertemu. Ia tersenyum padaku, yang aku balas dengan senyuman juga. Lalu aku mengalihkan mataku pada kertas test dan pura-pura mengerjakannya, padahal aku sudah selesai.
Rencananya setelah jam kuliah berakhir, aku mau pulang ke apartement. Aku juga tak mungkin menunggu pertandingan JiYong di kampus karena menunggu selama dua jam pasti akan membosankan. Tapi JiYong menahan lenganku saat aku keluar kelas.
“Mau kemana kau?” tanyanya.
“Ke apartement. Tenang saja, nanti dua jam lagi aku akan datang melihat pertandinganmu.”
“Aish...jangan pulang. Temani aku makan siang dulu. Pagi ini aku membuat spaghetti untuk kita berdua. Jangan sampai kau membuang niat baikku ini.” pintanya.
“Arasseo, tapi sebelumnya lepaskan dulu tanganmu.” kataku yang risih melihat teman-teman sekelas mendengar dan memandang kami dengan pandangan ‘ternyata-memang-benar’.
“Ah, mian mian. Sudahlah jangan dipedulikan. Kajja!”
Aigoo...dia benar-benar menyebalkan...dan menyenangkan. Menyebalkan karena dia telah membuat teman sekelas bertambah yakin dengan gosip yang beredar. Dia juga menyenangkan karena sudah sengaja membuatkan makanan untukku. Ah...benar-benar membingungkan!
Kami duduk di taman sekolah. Taman ini luas, biasa dipakai untuk berkumpul mengerjakan tugas, makan bersama, atau untuk mengobrol jika tak ada jam kuliah. Kadang rapat organisasi pun diadakan di taman ini sambil duduk-duduk di bawah pohon besar.
Setelah kami duduk berdampingan di bawah pohon besar, JiYong membuka tasnya dan memberikan kotak makanan yang berisi spaghetti padaku. Ya ampun, wangi sekali, mana perutku sedang lapar lagi. Tak hanya wanginya, ternyata rasanya pun enak.
“Ottokhae?”
“Masitta...!” jawabku sambil mengangkat jempol.
“Ah...syukurlah.” ia bernafas lega.
“Apa ini benar-benar buatanmu? Aku tak percaya atlit basket sepertimu bisa membuat spaghetti selezat ini.” candaku.
“Ya! Ini benar-benar buatanku. This is my first spaghetti. I made it just for you. Hehehe...”
“Tetap saja aku masih tidak percaya.” jawabku meledek.
“Aigoo...dasar yeoja yang satu ini...”
Sedang asyik-asyiknya makan sambil bercanda, sesorang menghampiri kami. Dan tahukah siapa dia?? Jreng..jreng...Donghae oppa!
“Annyeong.” sapanya pada kami berdua. JiYong diam saja, malah terlihat seperti jengkel.
“Ah, annyeong oppa. Ada apa?”
“Hari ini kau ada acara tidak? Kalau tidak, aku mau mengajakmu ke perpustakaan umum. Banyak novel-novel baru di sana.” tawarnya.
Novel-novel baru? Omo...aku ingin sekali pergi ke sana. Tapi belum sempat aku membuka mulut, JiYong langsung menjawabnya sambil merangkul pundakku.
“Tidak bisa. JiYeon harus menemaniku hari ini. Lebih baik kau ajak saja Yoona.” jawabnya sinis. Ia bergumam pelan, seperti mengatakan ‘Tak tahu malu.’, tapi sepertinya Donghae oppa tak mendengarnya.
“Ah, aku lupa. Kau akan bertanding hari ini ya? Semoga tim-mu menang. Arasseo JiYeon-a, mungkin lain kali kita bisa pergi bersama. Annyeong.”
“N, ne. Annyeong...” Donghae oppa pergi meninggalkan kami berdua. Argh...bocah ini mau membuat masalah rupanya?
“Apa-apaan sih kau ini, JiYong?”
“Wae? Ada yang salah dengan kata-kataku?” tanyanya dengan wajah polos yang dibuat-buat. Ia melepaskan tangannya dari pundakku.
“Kau memang akan bertanding dua jam lagi, tapi apakah aku harus menemanimu all time?? Michi!”
“Ne! Walaupun aku tak akan bertanding hari ini, aku tetap akan mencegahmu pergi dengan namja itu.”
“Wae? Kau takut aku dikira berusaha merebut Donghae oppa dari Yoona? Atau kau cemburu padanya?” aku berusaha berkata setenang mungkin.
“Dua-duanya.” jawabnya singkat.
“Tapi Donghae oppa sudah putus dengan Yoona, apa kau tidak tahu? Kemana saja kau?”
“Putus? Aku baru tau. Dan apakah setelah Donghae putus dengan Yoona, kau akan kembali padanya?” tanyanya. Omo...aku harus jawab apa? Aku memang tidak menceritakan pada JiYong bahwa Donghae oppa memintaku kembali menjadi yeojachingu-nya.
“Kau ini kenapa sih? Sudah jangan membicarakan itu.” kataku sedikit sebal.
“Ahh...kau memang berniat kembali pada Donghae. Ternyata mustahil buatmu melupakan dia. Arasseo, selamat berjuang. Anggap saja apa yang sudah aku katakan di bukit Juhwangsaek hanya ceramah Mr. Bush yang tidak penting.” ujarnya dengan senyum sangat dipaksakan. Aku tahu dia tak ingin memaksakan kata hatinya. Jika aku ingin kembali pada Donghae oppa, tentu saja dia akan mengijinkanku walaupun aku tahu hatinya akan sakit.
“Oh iya, kalau kau mau pergi ke perpustakaan bersamanya, silahkan saja. Mumpung dia belum pulang.” ucapnya sebelum meninggalkanku pergi. Walaupun ia tidak marah, tetap saja aura wajahnya terlihat seperti sedang geram.
“Ya! JiYong...!” panggilku tapi ia tidak menoleh dan terus berjalan ke arah aula. Omo...kenapa jadi begini?! Masalah cinta memang selalu membuat persahabatan seorang yeoja dan namja berantakan. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Ke perpustakaan bersama Donghae oppa, menonton pertandingan basket JiYong, atau tidak melakukan keduanya dan pulang ke apartement? Sebaiknya aku menonton pertandingan JiYong karena aku sudah pernah bilang akan menonton kalau ada waktu luang. Tapi sebelumnya, aku akan menunggu di perpustakaan kampus.
Hari ini ramai sekali di aula walaupun tidak terlalu penuh. Aku pun langsung mencari tempat duduk di barisan depan agar bisa melihat pertandingan dengan jelas. Semoga saja hari ini Sooyoung tidak datang. Kalau datang, ia pasti akan memilih duduk di sampingku yang memang kosong dan menceramahiku habis-habisan.
15 menit berlalu dan pertandingan berjalan dengan lancar. Tim JiYong unggul dalam skor. Yah setidaknya berjalan lancar sampai Donghae oppa datang dan duduk di sampingku untuk menonton bersama. Semenjak Donghae oppa datang, JiYong terlihat seperti tidak berkonsentrasi. Berkali-kali bola di tangannya dapat direbut dengan mudah oleh tim lawan. Ia juga beberapa kali mendapat pelanggaran. Sampai akhirnya tim lawan unggul dalam skor dan tim JiYong kalah.
Kalah? Tim JiYong kalah? Ini hal yang aneh bagiku mengingat tim JiYong jarang sekali kalah dalam sebuah pertandingan. Dan jika aku perhatikan, yang membuat tim-nya kalah adalah JiYong sendiri. Begitu pertandingan selesai, tanpa basa-basi JiYong langsung meninggalkan aula. Ia tentu saja terlihat sangat kesal.
Sebenarnya aku ingin mengejarnya, tapi Doonghae oppa mencegahku. “Dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Mungkin kekalahan ini membuatnya sangat shock.” katanya. Apa iya dia marah karena kalah dalam pertandingan?
Malamnya aku berusaha menelepon JiYong. Tapi tak satupun dari panggilanku diterimanya. Apa dia baik-baik saja? Apa dia marah karena melihatku duduk bersama dengan Donghae oppa? Aku harus menjelaskan semuanya pada JiYong besok.
Aku tak melihat JiYong esoknya di kampus. Apa dia tidak kuliah hari ini? Aku mencari-carinya sampai ke gedung belakang, tapi aku tetap tidak menemukannya. Aku melihat dua teman yeoja JiYong yang berbeda fakultas sedang asyik mengobrol di kelas kosong tanpa menyadari keberadaanku yang sedang mengintip di jendela kelas. Aku hendak menanyakan apakah mereka melihat JiYong, tapi kukurungkan niat itu setelah mendengar pembicaraan mereka.
“Tak tau diri ya!” kata salah seorang teman JiYong yang aku tau bernama Son Na Eun.
“Ia. Berani-beraninya duduk berduaan dengan Donghae oppa saat JiYong sedang bertanding. Apa dia bermaksud memanas-manasi JiYong? Cih, sok cantik sekali.”
“Kau benar. Sebenarnya siapa yang sedang dia kejar? Aku yakin hubungan Donghae oppa-Yoona dan JiYong-Sooyoung retak gara-gara yeoja itu. Serakah sekali dia.” Na Eun mencibirkan mulutnya, meledek.
“Mungkin dia hanya ingin mencari sensasi. Berpacaran dengan namja populer tentu saja akan membuatnya ikut populer juga.” timpal temannya.
“Setahuku tak ada yang menonjol dari yeoja itu. Bahkan ia tak mengikuti satu ekstrakulikuler pun. Mungkin dia memang tak memiliki bakat.”
“Benar. Kenapa juga JiYong mau bersahabat dengan dia. Tak ada yang istimewa darinya selain wajahnya yang memang sedikit cantik. Lagipula...” aku tak mendengar lanjutannya. Aku sudah tak tahan mendengarnya. Aku berlari menyusuri lorong kelas yang sepi. Aku menuju taman belakang dan duduk di bangku yang sudah agak tua. Air mataku sudah tidak bisa dibendung lagi. Aku menangis walaupun tidak terisak. Apa aku serendah itu di mata mereka? Apa salahku? Aku tidak merasa telah membuat hubungan Donghae oppa dan JiYong terganggu. Bahkan kemarin bukan aku yang menyuruh Donghae oppa duduk di sampingku. Ya Tuhan...kenapa semuanya jadi begini??
“Gwenchana?” tanya sebuah suara. Ah, ternyata JiYong.
“Gwenchana.” aku lekas menghapus air mata agar JiYong tidak menyangka kalau aku habis menangis, tapi sepertinya percuma.
“Kalau tidak apa-apa, kenapa menangis?” tanyanya yang ikut duduk bersamaku.
“Dari tadi pagi mataku sakit, mungkin terlalu lama membaca buku dekat lampu tidur sampai larut malam.” jawabku berbohong.
“Apa ada seseorang yang sudah membuatmu menangis?” tanyanya lagi yang sepertinya tidak percaya dengan penjelasanku. Yah, sulit untukku berbohong padanya. Dia selalu tahu keadaanku.
“Anio, cukup satu kali saja aku menangis karena disakiti orang lain. Aku benar-benar tidak apa-apa.” kataku berusaha meyakinkan. Tapi sepertinya ia malah semakin yakin kalau aku memang sedang berbohong.
“Ya! sudah jangan pikirkan aku, aku tidak apa-apa. Ya ampun, kelas pertama sudah mau mulai, ayo kita ke kelas!” aku mengajak JiYong ke kelas. Aku tak ingin membahas lebih lanjut masalahku padanya. Aku sendiri sampai lupa dengan tujuanku untuk bertemu dengannya.
Aku tak mengerti ada apa dengan JiYong. Hari ini ia terlihat senang sekali. Seperti sudah mendapatkan hadiah undian. Ia seperti tidak sedang mendapat masalah. Kejadian kemarin seperti tak ada pengaruh untuknya. Mungkin ia sudah melupakannya. Juga melupakan perasaannya padaku. Mungkin.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ketika jam kuliah terakhir habis, JiYong menghampiriku dan berbisik, “Donghae hari ini menunggumu di gerbang depan. Katanya mau mengajakmu ke perpustakaan umum. Cepat, ini kesempatan baik untukmu. Berjuanglah!” katanya sambil tersenyum dan lekas meninggalkanku ke luar kelas. Apa benar? Maksudku, apa benar kalau JiYong sudah tidak mencintaiku? Apa benar ungkapan perasaannya di bukit Juhwangsaek itu hanya candaan semata?
Ternyata benar apa yang JiYong katakan, Donghae oppa sedang menungguku di gerbang depan ditemani mobil kesayangannya.
“Apa JiYong sudah memberitahumu kemana aku akan mengajakmu pergi?”
“Ne.” jawabku datar.
“Kalau begitu, kajja!” ia membukakan pintu mobilnya untukku.
Sepertinya percuma aku ke perpustakaan hari ini. Aku tak bisa berkonsentrasi membaca, malah memilih judul buku pun aku bingung. Menyadari keadaanku, Donghae oppa menyuruhku meminjam buku dan membacanya di rumah. Aku pun akhirnya setuju dengan perintahnya.
Aku dan Donghae oppa tak bisa pulang dari perpustakaan karena diluar sedang hujan dan mobil Donghae oppa diparkir agak jauh dari gedung perpustakaan. Akhirnya kami memutuskan untuk singgah sebentar ke coffee cafe di sebelah perpustakaan.
Aku berbicara banyak dengan Donghae oppa. Ah, aku rindu saat-saat seperti ini. Dulu aku sering menjelajahi coffee cafe di daerah Seoul bersama Donghae oppa. Dan yang paling aku suka adalah saat Donghae oppa menceritakan kisah-kisah lucu sambil menunggu pesanan datang. Bersamanya, aku melupakan JiYong untuk sesaat. Aku terlalu hanyut dengan seyumannya yang hangat, tawanya yang lepas, dan ceritanya yang menarik. Sore ini, aku merasa kenangan yang hampir hilang telah kembali memenuhi pikiranku.
Sepertinya pagi ini aku terlalu cepat datang ke kampus. Walaupun kelas pertama mulai setengah jam lagi, tapi kampus terlihat agak ramai pagi ini. Aku melihat motor JiYong sudah terparkir di tempat parkir. Apa dia sudah datang ya? Kok tumben dia datang pagi? Ada apa ya? Sebelum pertanyaan itu terjawab, seseorang menepuk pundakku pelan. Ternyata JiYong dan...Oh Hye Rin? Sedang apa dia dengan Hye Rin?
“Eh, annyeong JiYong, annyeong Hye Rin-ssi.” sapaku. Mereka menjawab ‘annyeong’ bersamaan.
“Hei, kenapa kau memandangi motorku terus? Kau mau ya?” candanya.
“Cih, anio. Aku hanya heran kenapa kau datang sepagi ini. Ada apa?”
“Aku hanya ingin menghabiskan pagiku yang cerah ini lebih lama dengan Hye Rin. Ya kan, jaggi?”
“Ne.” jawab Hye Rin yang tersipu malu. Oh, jadi itu alasan dia datang ke kampus pagi-pagi.
Eh, tunggu dulu! Tadi dia bilang apa? Jinjja? Atau...jaggi? Yang terdengar olehku, dia berkata jaggi. Jangan-jangan...
“Jaggi? Apa kalian...” tanyaku terpotong, tapi aku yakin JiYong tahu apa maksudku.
“Ne, aku dan Hye Rin baru saja jadian kemarin. Ottokhae? Kita cocok kan? Aku sudah lama kenal dia, dan aku sangat sangat sangat mencintainya.” jawab JiYong semangat.
“JiYong, sudah ah, aku malu.” Hye Rin menundukan kepalanya malu.
Bagai petir di pagi hari yang manis. Aku hampir membatu mendengarnya. Shock. Pikiranku langsung kusut saat itu juga. Perasaanku yang sedang baik pun langsung hilang entah kemana. Tapi aku harus tetap terlihat tenang. Harus.
“O..oh ya? Bagus kalau begitu. Ini akan menjadi kabar baik. Selamat ya JiYong, Hye Rin, akhirnya kau tidak akan membuatku pusing lagi, hehe...” kataku.
“Haha...mian mian, aku juga menyesal sudah membuatmu pusing belakangan ini.” jawab JiYong diiringi tawa. Meskipun JiYong mengerti kemana arah pembicaraan ini, tapi sepertinya Hye Rin tidak karena ia terlihat bingung.
“Kau juga cepat cari namjachingu. Aku akan senang kalau kita bisa melakukan double date.” jawabnya lagi.
“Ah, ne. Oh iya, aku harus ke perpustakaan sebentar untuk memperpanjang masa peminjaman novel. Sudah ya, annyeong!” aku meninggalkan mereka berdua dengan sedikit terburu-buru. Aku melihat sekilas pada mereka yang kini sedang berjalan sambil bergandengan tangan.
Aku duduk di sudut perpustakaan yang terhalang oleh rak-rak buku yang tinggi. Pikiranku yang sempat kusut kini menjadi kosong. Dadaku sakit sekali, serasa ada pisau yang menancap di hatiku. Karena tak tertahankan, akhirnya setitik air mata keluar dari sudut mataku.
Tidak. Ini salah. Aku tidak boleh menangis. Aku seharusnya senang mendengar sahabatku sendiri sedang berbahagia. Ya, aku harus ikut bahagia.
Tapi kenapa dia mengatakan bahwa dia mencintaiku? Apa itu benar-benar bohong? Apa ia tulus mencintai Hye Rin? Atau Hye Rin hanya sebagai pelampiasan saja karena mungkin dia merasa tak akan pernah bisa memilikiku?
Mungkin cintanya padaku hanya sesaat. Aku harus mengerti kalau dia adalah seorang namja player. Dia tak sepenuhnya mencintaiku. Dia mencintaiku hanya sebatas sahabat.
Berita ini tentu saja menyebar dengan cepat sekali. Teman-teman mulai berbisik-bisik di belakangku. Mengatakan sesuatu tentang JiYong, Hye Rin, dan...aku. Aku tidak terlalu tertarik dengan apa yang mereka bicarakan tentang aku. Pikiranku terlalu kosong untuk menebaknya. Tak ingin berlama-lama di kampus, aku pun langsung pulang ke apartement setelah jam kuliah terakhir selesai.
Sesampainya di apartement, air mataku akhirnya keluar juga. Aku menangis sekeras-kerasnya di tempat tidur.
JiYong, kenapa kau lakukan ini padaku? Kau membuat hatiku goyah dan sakit. Kalau kau hanya ingin bercanda, tolong jangan seperti ini. Mempermainkan hati sahabat sendiri bukanlah hal yang baik. Dan bodohnya, aku masuk dalam perangkapmu.
Kini aku terlanjur mencintaimu, lebih dari cinta seorang sahabat. Apa yang harus aku lakukan? Menghindarimu? Itu tidak mungkin.
Mungkin yang harus aku lakukan saat ini adalah bersikap sewajarnya. Berpura-pura memahami JiYong yang seorang namja player. Menganggap bahwa apa yang telah ia katakan di bukit Juhwangsaek hanyalah ceramah Mr. Bush yang tidak penting.
Terdengar suara handphoneku berdering, tanda seseorang menelepon. Sebenarnya aku sedang malas-malasnya mengangkat telepon, tapi melihat nama yang tertera di layar, aku terpaksa mengangkatnya.
“Ada apa, JiYong?”
“Ini hasil u...hei, kau sedang menangis ya?” tanyanya yang heran dengan perubahan suaraku.
“Ne.” jawabku.
“Kau ini cengeng sekali. Wae?”
“Kau tau kan film 'Mom'?”
“Ne, tapi aku belum pernah menontonnya. Wae?”
“Aku menangis gara-gara film itu...hikshiks, filmnya sedih sekali, kau perlu menontonnya dengan Hye Rin. Dijamin hatimu akan tersentuh, hikshiks.” jawabku yang sengaja menangis lebih keras. Aku berbohong lagi.
“Aish, kukira kenapa. Iya nanti aku akan mengajak Hye Rin untuk menonton film itu. Hey, hasil ujianmu ada padaku nih.” sepertinya ia percaya pada penjelasanku. Atau hanya pura-pura percaya? Biasanya dia selalu tahu kalau aku sedang berbohong.
“Kenapa bisa ada padamu? Memangnya sudah dibagikan?”
“Ne, suruh siapa kau langsung pulang? Hasil ujian ini dibagikan tiga menit setelah kau meninggalkan kelas. Mau aku antarkan ke apartement?” tawarnya.
“Tidak usah. Simpan dulu saja, nanti besok kuambil. Kau hanya akan menggangu acara nontonku kalau kau datang ke apartementku sekarang.”
“Arasseo. Sudah ya, aku mau pergi dulu dengan Hye Rin.” katanya. Harusnya kau tidak usah memberitahuku tentang itu, karena aku akan berusaha untuk tidak mempedulikannya.
“Ne.” aku menutup teleponnya telebih dahulu. Aku lemas. Sepertinya ada ratusan jarum yang menusuk hatiku karena rasanya sakit sekali.
Berbahagialah dengannya JiYong. Sebagai sahabatmu, aku akan berusaha ikut bahagia. Aku akan berusaha untuk tidak marah. Aku akan berusaha untuk tidak membencimu. Asalkan kau terus ada di sampingku, aku akan tetap berusaha menjadi sahabat terbaikmu.
Dan kini aku sadar, siapa yang seharusnya aku pilih.
Dua hari berlalu sejak hebohnya berita tentang JiYong dan Hye Rin. Mereka semakin mesra belakangan ini. Tidak seperti dugaanku, ternyata JiYong saat ini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Hye Rin. Aku, dan juga teman-teman yang lain, merasa ada yang berubah dari JiYong. Sekarang dia lebih mementingkan yeojachingu-nya daripada chingu-nya sendiri.
Entahlah. Pemikiran-pemikiran aneh tentang JiYong mulai muncul di kepalaku. Tak perlu aku jabarkan satu persatu. Memikirkannya pun aku tak mau.
Hari ini setelah jam kuliah terakhir selesai, aku memutuskan untuk berbicara kepada Donghae oppa dan menerimanya menjadi namjachingu-ku ‘lagi’. Mungkin dengan ini aku bisa melupakan perasaan cintaku pada JiYong sekaligus mengobati rasa sakit hatiku saat putus dari Donghae oppa dulu.
-TBC-
PLEASE LEAVE YOUR COMMENT...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar