Sabtu, 06 Agustus 2011

Last Meeting (Oneshot)

-Title :
Last Meeting
-Author :
Fani Yunisa
-Main Cast :
“Aku”
-Supporting Cast :
Ahn Suk Hwan
Im Ye Jin
Sulli (F(X))
Son Ga In (Brown Eyed Girls)
Nah Moon Hee
Kim Yoon Jin
-Rating :
AG
-Genre :
Mystery, Horror
-Length :
Oneshot
---

“Ya ampun...!”
Kekesalan itu pun mengawali pagiku yang kelam. Handphone yang baru sebulan dibelikan appa itu jatuh ke kubangan air ketika aku sedang menyiram bunga di halaman belakang. Seketika itu juga handphoneku mati. Kusimpan handphone itu di lemari buku karena percuma aku bawa ke sekolah jika tak bisa dipakai. Setelah menyimpannya, aku pun lekas pergi ke sekolah.
Hari ini kedua orang tuaku akan pulang ke Seoul dari Wonju. Mereka meneleponku ketika kemarin malam. Sudah satu minggu aku ditinggal di rumah sendirian. Sayang aku tak bisa ikut dengan mereka karena sekolah sedang tidak libur. Lagipula eomma bilang akan membelikanku oleh-oleh jika pulang nanti.

Sepulang sekolah aku langsung membersihkan rumah. Karena selama ditinggal orang tua, aku malas membersihkan rumah. Dan ketika malam hari, terdengar suara klakson mobil yang meminta untuk dibukakan pintu garasi. Setelah mobil masuk dan barang-barang dari mobil diambil, aku membuatkan teh manis untuk orang tuaku yang sedang duduk di ruang keluarga. Kelihatannya mereka sangat lelah. Aku pun berbincang-bincang dengan mereka tentang kunjungan ke rumah Ahn Suk Hwan abeoji. Tapi aku tak berbincang lama dengan orang tuaku, karena dilihat dari ekspresi mereka yang pucat, sepertinya mereka sangat kelelahan dan membutuhkan istirahat yang cukup.

Esoknya, karena hari Minggu, aku membantu eomma mengerjakan pekerjaan rumah. Eomma tak banyak bicara saat aku membantunya bekerja. Ekspresi lelah masih tampak di wajahnya. Aku meyuruh eomma untuk istirahat, biar aku yang mengerjakan pekerjaan rumah, tapi eomma menolaknya, katanya ia kasihan padaku.
Ketika selesai menyapu rumah bagian dalam, eomma menyuruhku untuk mengeluarkan baju-baju kotor yang ada di koper yang dibawa eomma ke Wonju. Eomma menyuruhku merendamnya di air sabun. Dan ketika aku mengeluarkan baju-baju dari koper, aku melihat ada darah di baju-baju itu. Banyak sekali, baunya pun sangat menyengat. Seketika itu juga aku berteriak.
“Aaaaaaaa....!!!”
Eomma dan appa yang kaget mendengar jeritanku pun langsung menghampiriku. Wajah mereka terlihat khawatir. Mereka bertanya apa yang terjadi. Kuceritakan tentang baju-baju berdarah itu, tapi ketika kuperlihatkan kepada mereka darah itu hilang, tak ada bekasnya sedikitpun. Aku heran, darah yang tadi menempel sangat banyak kini menghilang dalam sekejap. Orang tuaku mengira aku sedang berkhayal karena banyak pikiran. Padahal jelas-jelas aku melihat darah yamg berwarna merah pekat itu menempel pada baju orang tuaku. Akhirnya eomma menyuruhku untuk istirahat agar aku tenang.

Malamnya, aku berusaha untuk melupakan kejadian tadi pagi. Mungkin eomma dan appa benar, aku cuma berkhayal karena sampai sekarang baju itu masih bersih tanpa noda. Banyak sekali tugas yang harus kuselesaikan. Tugas Matematika, Geografi, Sejarah, dan Fisika. Huh...terpaksa malam ini aku harus begadang. Setelah hampir tiga jam mengerjakan tugas, aku melihat jam dinding sudah menunjukan pukul 01.00 malam. Aku pun lekas membereskan buku dan tidur, takut besok bangun kesiangan.

Aku pergi bersama orang tuaku dengan mengendarai mobil. Awalnya kami berbincang-bincang bersama, tertawa-tawa mendengarkan kisah lucu. Tapi lama-kelamaan orang tuaku menjadi sedih, seperti ingin menangis. Aku heran melihat kedua orang tuaku. Lalu tiba-tiba mereka menjerit kesakitan. Wajah mereka penuh darah. Bahkan bukan hanya wajah, tapi lengan, kaki, dan badan mereka juga penuh darah dan luka. Aku panik dan tidak bisa melakukan apa-apa. Appa yang sedang menyetir pun kehilangan kendali dan akhirnya mobil jatuh ke jurang.

Gubrak! Aku jatuh dari tempat tidurku. Aku melihat ke sekeliling dan ternyata aku masih berada di kamar. Hanya mimpi, pikirku. Seram sekali mimpinya, mungkin aku terlalu lelah sampai-sampai memimpikan sesuatu yang menyeramkan. Aku melihat jam dinding menunjukan pukul 01.10. Lho? Aku baru tidur sepuluh menit? Rasanya aku tidur sudah lama dan mimpi itu pun terasa panjang bagiku. Entahlah, aku tak terlalu memikirkan itu. Aku hanya mengira semua itu akibat aku yang terlalu kelelahan. Agar tidak terpikirkan terus, aku pun tidur kembali.

Hari ini di sekolah terasa membosankan, aku ingin segera pulang. Bu Kim Yoon Jin, guru Sejarahku, terus berbicara mengenai perkembangan manusia purba di Korea. Aku mengantuk sekali mendengar cara bicaranya yang seperti sedang membacakan sebuah dongeng sebelum tidur. Percuma aku mendengarkan penjelasannya, karena semua yang dibahasnya tak ada yang masuk ke otakku.
Saat pulang sekolah, ketika aku berdiri di gerbang sekolah bersama Sulli, aku melihat sosok kedua orang tuaku sedang duduk berdua di taman dekat sekolah. Sedang apa mereka di sana? Apa menungguku pulang? Aku melambai pada orang tuaku dan mereka membalas lambaianku sambil tersenyum.
Sebelum kuhampiri orang tuaku, aku berbicara pada Sulli bahwa aku akan pulang bersama orang tuaku. Sulli yang belum pernah melihat wajah orang tuaku pun penasaran ingin melihat dan menanyakan dimana orang tuaku berada. Segera kutunjuk bangku di taman, dan...lho? Mana orang tuaku? Tadi aku melihatnya di sana. Tapi sekarang bangku itu malah kosong, tak ada yang menempati. Sulli yang tak melihat siapa pun di taman mengatakan aku sedang berkhayal karena di kelas tadi aku mengantuk. Mungkin dia benar. Akhirnya aku pulang bersamanya.
Ketika aku pulang, aku melihat orang tuaku sedang makan bersama di ruang makan. Lekas aku berganti pakaian dan bergabung di ruang makan. Aku teringat kejadian di gerbang tadi dan aku menanyakan apakah tadi mereka pergi keluar. Tapi mereka bilang dari pagi tidak pergi kemana pun. Hmm...ternyata aku cuma berkhayal. Selama makan siang kami bertiga diam saja. Ini aneh bagiku karena biasanya kami makan sambil berbincang-bincang.

Siang ini tak ada yang bisa aku kerjakan. Bosan. Aku hanya bermain game di handphone appa-ku. Untung appa-ku tidak marah saat kuberitahu bahwa handphoneku rusak. Yah, walaupun aku tahu kalau appa jarang marah. Tak lama main game, ada telepon masuk ke handphone appa. Kulihat siapa yang menelepon dan...muncul namaku! Kok nomorku menelepon appa sih? Handphoneku kan rusak dan kusimpan di lemari buku. Aku penasaran dan kuangkat telepon itu. Ketika kubilang “Yeobboseo?” terdengar jawaban “Yeoboseo?” dari seorang yeoja yang suaranya sangat mirip denganku! Yeoja itu berteriak, “Appa! Appa! Appa kenapa?? Halooo...appa..eomma..! Kalian kenapa?? Appa..eomma..! Kalian dimana..??” Lalu tiba-tiba telepon terputus.
Ada apa ini? Apa maksudnya? Suara tadi jelas-jelas suaraku! Lekas aku mengecek handphoneku yang rusak di lemari buku. Handphonenya masih ada dan tetap tak menyala ketika dihidupkan. Aku cek lagi handphone appa, aku lihat panggilan terakhirnya, tapi tak ada catatan panggilan terakhir dari nomorku. Ini aneh.
Aku tidak menceritakan kejadian tadi pada orang tuaku ketika kami menonton TV malamnya. Paling mereka hanya mengatakan “Kamu cuma berkhayal”. Aku berusaha melupakannya dengan membaca buku-buku pelajaran, karena menonton TV membuatku bosan. Lagipula sejak appa dan eomma pulang dari Wonju, kami jarang berbincang-bincang. Sekarang pun eomma dan appa diam saja dan tidak berbicara sedikitpun ketika menonton TV, ekspresi wajah mereka pun masih terlihat pucat dan lelah sepulang dari Wonju. Membaca buku memang sempat melupakanku pada kejadian tadi siang, tapi teringat kembali ketika akan tidur. Huft...mudah-mudahan aku bisa tidur nyenyak malam ini.

Sekarang aku sedang berdiri di ruangan gelap. Entah sekarang aku ada dimana, yang pasti tempat ini sangat gelap dan sunyi sekali. Aku tahu aku ada di sebuah ruangan luas karena ketika aku berkata, “Yeoboseo?”, suaraku bergaung. Tiba-tiba aku mendengar suara appa dan eomma berteriak kesakitan. Aku tak tahu darimana suara itu berasal. Aku berlari-lari dalam kegelapan mencari sumber suara. Aku berteriak, “Appa! Appa! Appa kenapa?? Halooo...appa..eomma..! Kalian kenapa?? Appa..Eomma..! Kalian dimana..??” Tak ada jawaban. Suara teriakan mereka pun hilang dan kini ruangan sunyi kembali.
Aku tiba-tiba membuka mataku dan langsung terduduk di kasur. Aku bernafas tersenggal-senggal dan jantungku berdetak dengan kencang, seperti habis lari. Aku sadar bahwa aku bermimpi. Mimpi buruk lagi, pikirku. Kulihat jam dinding menunjukan pukul 5 pagi. Aku pun lekas bangun meninggalkan tempat tidur.
Mimpi tadi mengingatkanku pada telepon misterius kemarin. Kata-kata yang diucapkan yeoja kemarin sama dengan yang aku ucapkan di mimpi. Kenapa ya? Apa ada hal aneh yang akan terjadi? Tapi apa?

Eomma menyiapkan piring untuk sarapan bersama. Aneh, biasanya aku selalu sarapan sendiri. Tapi hari ini kami sarapan bersama. Ketikan sarapan, eomma bilang bahwa hari ini eomma dan appa akan pergi lagi ke Wonju. Mungkin di sana akan lama, entah sampai kapan. Appa bilang aku harus belajar hidup mandiri. Harus bisa hidup tanpa orang tua. Aku bilang, “Iya appa, eomma.” dengan perasaan heran. Dan ketika aku akan pergi sekolah, appa dan eomma memelukku erat dan berkata , “Kami akan selalu merindukanmu, Nak. Jaga kesehatan baik-baik ya selama kami pergi” dengan senyum yang hangat. Aku menjawab, “Iya appa, eomma. Lagpula kan kalau eomma dan appa pulang kita bisa kumpul lagi. Appa dan eomma juga hati-hati ya nanti di jalan!”. Aku lekas pergi ke sekolah setelah berpamitan pada appa dan eomma.

Hari ini aku merasa betah di sekolah. Rasanya ingin terus di sekolah. Mungkin karena di rumah tidak ada siapa-siapa dan akan membosankan jika sendirian di rumah. Tapi apa boleh buat, bel sekolah telah berbunyi dan aku harus pulang.
Sampai di depan rumah, aku meihat mobil sedan putih. Ternyata Im Ye Jin eomeoni dan Ahn Suk Hwan abeoji sedang duduk di kursi depan rumah. Lho, appa dan eomma kan sedang ke Wonju, kenapa Ye Jin eomeoni dan Suk Hwan abeoji ada di sini? Aku melambaikan tangan sambil tersenyum pada mereka dari depan rumah, tapi mereka tak membalas lambaian dan senyumanku. Wajah mereka tampak cemas sekaligus sedih.
Segera kuhampiri mereka dan mengajak mereka masuk. Aku membuatkan minuman untuk mereka dan kami duduk bersama di ruang tamu. Lalu eomeoni bertanya padaku kenapa handphoneku tidak aktif. Aku berkata bahwa handphoneku rusak karena jatuh ke kubangan air. Aku balik bertanya pada eomeoni, “Eomeoni ada apa kesini? Appa dan eomma kan sudah berangkat ke Wonju tadi pagi. Bukannya appa dan eomma mau ke rumah eomeoni lagi?” abeoji dan eomeoni yang mendengar perkataanku pun terlihat kaget dan heran.
Lalu eomeoni menangis. Aku heran, memangnya pertanyaanku salah? Kok eomeoni menangis? tanyaku dalam hati. Lalu abeoji menjelaskan, “Nak sudah tiga hari ini kami berusaha menghubungimu lewat telepon, tapi handphonemu tidak aktif. Kami ingin memberitahu bahwa appa dan eomma-mu koma karena kecelakaan mobil di perjalanan ketika hari Sabtu. Mobil mereka jatuh ke jurang. Mungkin karena saat itu sedang hujan deras, appamu tidak bisa melihat ke jalan dengan baik. Mereka sempat koma dan dibawa ke rumah sakit, dan tadi pagi kami ditelepon oleh Moon Hee eomeoni bahwa appa dan eomma-mu dinyatakan meninggal dunia oleh dokter. Abeoji dan eomeoni minta maaf baru memberitahu sekarang karena kamu tahu sendiri, keluarga di Wonju yang punya mobil cuma abeoji. Sekarang rencananya appa dan eomma-mu akan dimakamkan di Wonju.”
Maksudnya apa ini? Apa sekarang sedang April Mop? Tidak mungkin, sekarang kan bulan Januari. Apa abeoji sedang berbohong? Aku tetap tidak percaya pada abeoji. Aku pun bertanya, “Apa abeoji bermaksud membohongiku? Jelas-jelas appa dan eomma sudah pulang ketika hari Sabtu malam. Malah sampai tadi pagi aku masih bertemu dengan mereka dan mereka bilang akan pergi lagi ke Wonju untuk waktu yang lama. Aku tidak percaya kata-kata abeoji!” teriakku pada Suk Hwan abeoji.
Ye Jin eomeoni malah menangis lebih keras. “Itu tidak mungkin, nak. Jelas-jelas sekarang orang tuamu ada di rumah sakit Wonju. Lihatlah!” abeoji menyodorkan handphonenya padaku dan memperlihatkan foto-foto mobil appa dan eomma yang rusak berat di jurang, juga beberapa foto appa dan eomma yang sedang terbaring koma di rumah sakit. Ini tidak mungkin, pikirku. Langsung aku teringat dengan kejadian-kejadian aneh kemarin dan tingkah laku appa dan eomma yang tidak biasanya. Seketika itu juga aku pingsan.

Ketika aku membuka mata, aku sudah berada di sebuah kamar yang kukenali sebagai kamar Ga In eonnie, anak Suk Hwan abeoji dan Ye Jin eomeoni. Aku tak ingat apa-apa semenjak aku pingsan. Ga In eonnie masuk ke kamar dan langsung memanggil abeoji dan eomeoni ketika melihatku sudah sadar. Eomeoni bilang aku sudah pingsan selama tiga hari. Dan mulai sekarang aku akan tinggal bersama abeoji, eomeoni, dan Ga In eonnie. Tiba-tiba air mataku jatuh dan aku menangis.

Esoknya, aku pergi ke makam dimana appa dan eomma dimakamkan. Kulihat dua batu nisan yang tercantum nama kedua orang tuaku. Hatiku terasa sakit melihatnya. Kini aku hanya bisa mendo’akannya agar bisa tenang di alam sana. Dan aku sadar, 4 hari bersama mereka itu merupakan hari-hari terakhirku, walaupun bukan dengan raga yang sebenarnya. Mungkin sebelum meninggalkan dunia ini, mereka ingin menghabiskan waktu bersamaku agar mereka bisa tenang menjalani hidup baru di alam sana.

-The End-

PLEASE LEAVE YOUR COMMENT...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar