-Title :
The End Of Our Story (Part 3 - End)
-Author :
Fani Yunisa
-Main Cast :
Kim HyunAh (4Minute)
Yong JunHyung (B2ST/BEAST)
Park GyuRi (Kara)
-Rating :
PG
-Genre :
Classic romantic
-Length :
3shot
---
JunHyung’s POV
“Ya tentu saja, masuklah.” jawab Kak GyuRi sambil tersenyum hangat. Sepertinya ia mengerti sekali maksud dari pertanyaanku. Aku sangat lega mendengarnya.
“Kau langsung saja ke kamarnya, ia sedang istirahat.”
“Apa ia sedang tidur?”
“Tidak, dia sedang membaca komik. Sepertinya pintunya tidak dikunci, tapi sebaiknya kau mengetuk pintu kamarnya dulu, takutnya dia sedang mengganti baju. Oh iya, dia mengajakmu kemana kali ini?”
“Dia tak mengajakku kemana-mana. Wae?” tanyaku heran
“Tadi dia bilang padaku bahwa dia akan pergi bersamamu kalau kau sudah pulang sekolah. Mungkin dia belum memberitahumu. Sudahlah, pokoknya aku titipkan HyunAh padamu. Kakak tinggal ke dapur ya, Jun.”
“Ne, arasseo.” jawabku. Mau kemana lagi dia hari ini?
Aku berdiri di depan kamarnya. Aku berusaha untuk terlihat biasa saja, tapi sepertinya tidak bisa. Aku terus menampakkan ekspresi muram.
Tok tok tok!
“Hyunnie kau di dalam?” panggilku.
“Ah...Junnie oppa ya? Masuklah.” dia langsung tau bahwa aku yang datang. Mungkin karena aku memanggilnya ‘Hyunnie’. Kulihat dia sedang membaca komik yang ku baca kemarin di tempat tidur. Aku pun ikut duduk di tempat tidurnya.
“Kenapa kau terlihat muram, Junnie oppa?” tanyanya yang sepertinya tidak suka dengan ekspresiku.
“Aku dimarahi Pak Lee hari ini, menyebalkan.” jawabku. Aku tidak berbohong karena Pak Lee memang memarahiku hari ini, walaupun bukan itu penyebabnya. Akhirnya senyum manis terkembang di bibirnya.
“Kau dimarahi Pak Lee hari ini? Hihihi...” kulihat wajahnya yang imut itu. Matanya sembab seperti Kak GyuRi. Apakah mereka sudah menangis bersama?
“Ya! Kau senang ya aku dimarahi guru killer itu? Kejamnya...Hei, apakah kau sudah menangis? Matamu sembab sekali.”
“Sedikit. Tadi aku habis pergi ke makam eomma dan appa bersama Kak GyuRi.”
“Oh...” aku mengerti maksudnya.
“Junnie, hari ini temani aku lagi ya.”
“Odika? Kau ini orangnya tidak betah di rumah ya. Kerjaannya keluyuran melulu.”
“Ayolah, Junnie. Aku hanya ingin pergi ke padang Ga-Eul. Aku ingin menghabiskan soreku di sana. Pleaseee...Junnie oppa kan orangnya baik hati, tampan, keren, tidak sombong, dan rajin menabung. OK?” rengeknya sambil merayuku.
“Aish...arasseo arasseo. Kajja!”
Setelah beberapa menit berjalan, kami tiba di padang rumput favoritnya. Kami menuju pohon mangga yang daunnya sedang berayun tenang dan duduk di bawahnya.
“Sejuk sekali ya di sini, Jun.” aku melihatnya menghirup udara dalam-dalam sambil menutup mata, menikmati segarnya udara di sini.
“Ne. Sejuk, sejuk sekali...”
“Ahh...aku jadi ingat pertemuan pertama kita disini. Apa kau juga masih mengingatnya, Jun?” tanyanya.
“Ne, tentu saja...” dan kenangan itu tiba-tiba muncul kembali di kepalaku...
Flashback
Aku sedang duduk di bawah pohon mangga yang rindang. Aku menemukan tempat menarik ini ketika sedang jalan-jalan berkeliling. Sayang hari ini langit sedang mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Aku warga baru di daerah sini. Aku tak melihat anak yang seumuran denganku. Sepertinya di sini akan membosankan sekali. Sebenarnya aku tidak ingin pindah rumah. Tapi apa boleh buat, appa dipindah kerjakan di daerah ini. Terpaksa aku tidak akan mendaftar masuk ke SMP yang kuinginkan. Aku malah dimasukan ke SD yang kelihatannya banyak anak nakalnya itu.
Sedang asyik-asyiknya menikmati pemandangan sebuah gunung yang aku tak ketahui namanya, terdengar suara yeoja membentakku.
“Ya! siapa kau??” tanya yeoja itu setengah berteriak. Aku menoleh, ternyata seorang yeoja yang sepertinya seumuran denganku sedang berdiri dengan kedua tangan di pinggulnya.
“Bisakah kau tidak membentakku? Suaramu sangat mengganguku.”
“Sedang apa kau disini? Ini tempatku!”
“Sejak kapan tempat umum ini menjadi milikmu?” jawabku sinis.
“Sejak aku menemukannya dua tahun yang lalu! Puas? Pergilah!” sepertinya ia marah sekali padaku.
“Aku tidak mau! Temukan saja pohon lain.”
“Ya! Kau bodoh ya? Apa kau menemukan pohon lain di padang rumput ini selain pohon mangga ini? Kalau kau memang menemukannya, aku akan pindah!”
Sialnya tak ada pohon lain lagi di sini. Di padang ini memang hanya ada satu pohon.
“Carilah ke padang rumput yang lain. Kau ini merepotkan.”
“Shireo...di daerah ini hanya ada satu padang rumput.” ia mulai menangis. Aish, kenapa harus menangis segala sih? Menangis memang benar-benar senjata para yeoja. Aku pun tak tega melihatnya.
“Hei, sudahlah jangan menangis. Sini, duduklah bersamaku, tempat ini masih luas.” aku berusaha tersenyum padanya. Tak menunggu sampai dua kali, ia pun lamgsung duduk di sampingku.
“Sudah sudah jangan menangis lagi, hapuslah air matamu itu. Kau kan sudah duduk di sini.” kataku seraya meredam tangisnya.
“Ne.” dia tersenyum. Aigoo, manis sekali senyumannya. Jika kuperhatikan baik-baik, ia terlihat cantik. Memang benar apa kata appa-ku, seorang yeoja akan menjadi lebih baik ketika sedang tersenyum.
“Kalau boleh tau, siapa namamu?”
“HyunAh, Kim HyunAh imnida. Namamu?”
“Yong JunHyung imnida. Panggil saja aku JunHyung. Aku warga baru di sini.” aku berjabat tangan dengannya, tanda perkenalan.
“Oh...ternyata kau tetangga baruku itu ya. Eomma bilang tetangga baruku punya anak yang seumuran denganku. Rumahku tiga rumah dari rumahmu.” ia tersenyum riang, sepertinya ia senang sekali mengetahui bahwa aku adalah tetangga barunya.
“Jinjja? Wah, aku bisa sering-sering bermain denganmu dong.” entah mengapa aku merasa senang mendengar rumahnya dekat denganku.
“Tentu saja boleh! Mulai sekarang kita berteman ya!” serunya sambil mengangkat jari kelingkingnya.
“Ne!” jawabku bersemangat sambil mengangkat jari kelingkingku dan menyambut jari kelingkingnya.
Tak lama setelah itu, hujan mulai turun sedikit demi sedikit. Kami pun berlari pulang ke rumah masing-masing.
Flashback’s End
“Kau cengeng sekali waktu itu.”
“Aku kan tidak akan menangis kalau kau tidak merebut tempat kesayanganku ini.” jawabnya tak ingin kalah.
“Ya, terserah kau saja. Jujur, kau lebih baik tersenyum daripada menangis. Kalau menangis, wajahmu seperti setan.” candaku.
“Aigoo, kau sendiri lebih menyeramkan tau.”
“Oh ya? Bukannya lebih menyeramkan wajahmu ya? haha...”
“Aish...enak saja kau!” ia memukul bahuku pelan.
“Tapi...wajah setanmu itu akan berubah menjadi wajah malaikat jika kau tersenyum dan tertawa.”
“Bohong. Apa aku harus percaya pada namja usil sepertimu, hah?” jawabnya yang sepertinya tersipu malu.
“Kau tak ingin dibilang cantik ya, hah? Ya sudah, aku akan bilang kamu tampan.” ejekku.
“Aku ini yeoja, babo. Mana ada yeoja yang tampan.”
“Haha, maka dari itu, kau cantik. Eh, mau kemana para petani itu?” tanyaku yang heran melihat para petani menggembala kerbau-kerbaunya ke luar padang rumput.
“Tentu saja membawanya pulang. Kau tak bisa membaca bahasa langit ya?”
“Bahasa langit?” tanyaku lagi.
“Ya, bahasa langit. Kau lihat awan itu...” seraya mengarahkan jari telunjuknya ke langit. “Warnanya abu-abu karena banyak menampung uap air, itu tandanya sebentar lagi akan turun hujan karena awan itu tak akan sanggup membawa uap air terlalu lama. Petani-petani itu tentunya tidak ingin kerbaunya jadi sakit karena kehujanan.”
“Bahasamu itu terlalu tinggi. Bilang saja kalau langitnya mendung, susah amat sih.”
“Ah, bawel.” jawabnya.
Kami saling diam selama beberapa saat. Sepi sekali di tempat ini. Hanya kicauan burung yang terdengar. HyunAh menyandarkan kepalanya ke bahuku. Kulihat ia sedang terpejam.
“Hyunnie, mau mendengar puisi ku tidak?”
“Tentu saja, doemnida.” matanya masih terpejam.
Kutarik nafas dalam-dalam, mempersiapkan diriku untuk merangkai bait demi bait dari puisi yang kubuat.
“Surat hitam itu datang padaku tiba-tiba
Jantungku remuk saat membacanya
Hatiku robek saat membayangkannya
Jiwaku hancur saat mengingatnya
Betapa tidak
Bunga yang sudah kurawat tuk buatku bahagia
Kini akan meninggalkanku di musim semi
Musim yang seharusnya menjadi musim yang paling indah
Banyak bunga yang lebih darinya
Tapi aku hanya ingin terpaku padanya
Mengapa?
Karena bunga itu sudah menjadi bagian
Dari jiwaku
Sayang bunga itu harus gugur di musim semi
Dan tak membiarkanku mewujudkan sebuah mimpi
Ku relakan kau pergi
Semoga kau bisa mekar lebih indah di sana”
HyunAh membuka matanya. Ia terdiam, seperti sedang melamun.
“Ottokhae?” tanyaku. Ia terbangun dari lamunanya.
“Bagus sekali. Aku mengira ‘bunga’ yang kau maksud adalah aku. Tapi saat ku dengar bagian ‘karena bunga itu sudah menjadi bagian dari jiwaku’ kupikir mungkin bunga yang kau maksud bukanlah aku. Apakah kau sedang mencintai seorang yeoja? Kenapa kau tidak kenalkan padaku?” wajahnya terlihat sedih.
“HyunAh.” panggilku.
“Mwo? Jawab dulu pertanyaanku!” katanya dengan nada sedikit memerintah. Ia mungkin sedikit terkejut mendengarku memanggilnya ‘HyunAh’.
“Kim HyunAh!” aku kembali memanggil namanya.
“Mwo?!” ia menjadi agak marah mendengarku terus memanggil namanya.
“Sa...rang...hae. Jeongmal saranghae...”
“Hah? Mwo?” terlihat sekali bahwa ia terkejut mendengar penjelasanku.
“Aku mencintaimu HyunAh. Aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu di bawah pohon ini. Sudah tujuh tahun aku memendam perasaan ini. Maaf baru kali ini aku mengatakannya padamu. Aku hanyalah seorang pengecut yang takut rasa cintanya tak terbalas. Kau tahu bagaimana perasaanku saat mengetahui bahwa kau akan pergi meninggalkaku? Aku merasa dunia indahku akan berakhir. Aku merasa bahwa aku tak akan pernah lagi merasakan apa yang disebut dengan kebahagiaan. Itu karena aku sangat mencintaimu.” jawabku.
“Kau bohong, kau pasti bohong. Dasar tukang usil.” air mata menetes dari matanya. Ia menangis.
“Aku memang tukang usil, tapi kali ini aku serius. Aku benar-benar mencintaimu. Jika aku berada di dekatmu, selalu timbul keinginanku untuk melindungimu, menyayangimu, membahagiakanmu, dan mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini.” aku berusaha meyakinkannya.
“Kau mengatakan itu hanya agar jiwaku tenang setelah pergi kan? Tak usah sampai berbohong begitu. Kalau kau berbohong, itu hanya akan membuatku kecewa.” ia berbicara dengan pandangan kosong, tapi ia masih mengeluarkan air mata.
“Anio. Kau sendiri tau banyak yeoja yang berusaha dekat denganku, bahkan beberapa dari mereka ada yang langsung memintaku untuk menjadi namjachingu-nya. Tapi mereka semua aku abaikan. Kau tau kenapa? Itu karena aku mencintaimu. Aku menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya padamu. Tapi setelah menemukan waktu yang tepat, kau malah memberitahuku sesuatu yang mengerikan. Sesuatu yang akan membuat separuh jiwaku hilang. Sekarang aku ingin bertanya padamu, apakah kau juga mencintaiku?” aku memegang kedua bahunya dan menghadapkannya padaku. Aku menatap matanya yang indah untuk mencari jawaban.
“Ne, nado saranghae, sangat mencintaimu. Bahkan lebih dulu darimu. Saat kau pertama kali berjalan menuju pohon mangga ini, aku sudah mencintaimu. Saat itu aku benar-benar menyukai siluetmu yang sedang duduk di bawah pohon ini. Tapi aku terlalu takut untuk mengungkapkannya padamu. Asalkan kau ada di sampingku, itu sudah cukup.”
“Kita ini ternyata memang benar-benar bodoh. Jeongmal babo. Padahal kita sudah saling mencintai selama tujuh tahun, tapi tak ada satu pun dari kita yang menyadarinya. Aku menyesal kenapa tidak dari dulu aku mengungkapkan perasaanku padamu. HyunAh...maukah kau menjadi yeojachingu-ku?” pintaku. Aku berharap sekali ia akan menerimaku, walau tak akan lama.
“Yeojachingu? Kau bercanda? Aku sudah akan meninggalkan dunia ini dan kau masih mau menjadikanku yeojachingu-mu?” ia tak percaya dengan apa yang ku bicarakan.
“Jangan begitu, kau masih lama berada di dunia ini, percayalah padaku. Kau memang di takdirkan untuk hidup bersamaku.” aku tak tahu apa yang aku katakan ini benar atau tidak. Aku hanya ingin meyakinkan diri bahwa ia tak akan pergi meninggalkanku.
“Belajarlah menerima kenyataan, Jun. Aku tidak bisa hidup bersamamu. Entah jam dua belas malam, jam sembilan malam, jam enam sore, atau semenit lagi, kebersamaan kita akan berakhir.” air mata terus membasahi pipinya.
“Aku tak peduli. Walau dunia memisahkan kita, aku tetap ingin menjalin kebersamaan denganmu. Aku ingin kau menjadi yeojachingu-ku...”
Ia diam. Sepertinya ia bingung dengan keputusannya. Ia menatap mataku dalam, mencari keyakinan atas keputusannya, dan akhirnya...
“Ne, aku mau menjadi yeojachingu-mu, Junnie oppa!” senyum terkembang di wajahnya yang cantik. Setitik kebahagiaan terpancar dari wajahnya. Aku langsung memeluknya dan mengucapkan, “Gomaweo Hyunnie...aku senang sekali.”. Ku peluk ia erat agar bisa merasakan detak jantungku yang berpacu dengan cepat. Menit ini adalah menit yang paling membahagiakan dalam hidupku. Yeoja yang selama ini aku cintai telah aku miliki, walaupun hanya sebentar...
“Cheonman, aku bersyukur akhirnya bisa memiliki namja yang selama ini aku impikan.” senyum hangat masih menghiasi wajahnya. Aku mengusap pipinya yang lembut dan mengecup bibir mungilnya. Aku membiarkan Gunung Seorak dan pohon mangga ini menjadi saksi bisu kisah cinta kami.
Ia melepas pelukanku dan bersandar di bahuku. Kami saling diam lagi beberapa saat. Tak lama, aku mendengarnya menyanyikan sebuah lagu sambil menutup mata.
“When there's no one else
Look inside yourself
Like your oldest friend
Just trust the voice within
Then you'll find the strength
That will guide your way
You'll learn to begin
To trust the voice within”
“Aku suka suaramu, terdengar nyaman di telingaku.” pujiku.
“Gomaweo.” balasnya. Aku melihat tangannya mengelus-elus gelang rajut pemberianku. Aku mengecup kepalanya dan membisikkan, “Saranghae my Hyunnie.”
“Nado saranghae my Junnie oppa.” ia menjawabnya dengan tersenyum sambil masih memejamkan matanya. Dan sekali lagi, kami saling diam.
Kulihat matahari mulai bersembunyi di balik gunung Seorak dan langit pun semakin menghitam. Pasti Kak GyuRi mengkhawatirkan HyunAh, sebaiknya aku ajak dia pulang sekarang, pikirku.
“HyunAh...bangun, sudah sore. Kita pulang yuk...Kak GyuRi pasti sangat mengkhawatirkanmu. Ayo bangun.” aku berbisik di dekat telinganya, tapi ia tak bangun. “Hei, ayo bangun Hyunnie, kita pulang.” aku mengguncang-guncangkan tubuhnya tetapi ia tetap diam tak bergerak. Aku terus mengguncangkan tubuhnya sambil memerintahnya untuk bangun. Aku menyerah. Air mataku keluar tanpa ku perintahkan. Hatiku sakit, seperti ada pisau tajam yang menusuk sangat dalam. Tanganku bergetar hebat. Aku tak bisa berpikir, pikiranku kacau sekali.
“HyunAh bangun...HYUNAH!!! KIM HYUNAAHHHH!!!!!!!” Dan sedikit demi sedikit, hujan turun membasahi tubuh kami berdua sama seperti pertemuan pertama kami. Tapi bedanya, hujan ini datang untuk mengiringi perpisahan kami.
JunHyung’s POV End
HyunAh’s POV
Aku berdiri diam di tempatku. Ku amati sekelilingku. Hmm, aku kenal tempat ini. Tentu saja aku kenal karena ini adalah padang rumput favoritku. Langitnya yang cerah dan berwarna biru terang membuatku tenang. Ku dengar suara kicau burung yang merdu. Ku lihat pohon mangga yang buahnya tumbuh begitu lebat. Dan banyak sekali kupu-kupu yang hingap di bunga-bunga liar. Angin sejuk menerpa wajahku. Ahh...segar sekali. Membuat jiwaku tentram. Tapi tiba-tiba ada suara yang memanggilku dari kejauhan.
“HyunAh...HyunAh...”
Aku mencari-cari asal suara itu dan aku melihat eomma dan appa sedang duduk di bawah pohon mangga sambil melambaikan tangannya padaku.
“Sini nak, bergabunglah bersama kami. Kau berjanji akan berbagi cerita pada kami. Ayo...” seru eomma.
“Ne...!” aku berlari ke arah eomma dan appa, bersiap berbagi cerita dan hidup bahagia bersama mereka.
HyunAh’s POV End
JunHyung’s POV
Sebulan kemudian...
Aku berjalan di sekitar bukit itu, mencari-cari keberadaanmu. Pemandangan di sini indah, udaranya pun sejuk. Kau pasti betah tinggal di sini. Tak lama mencari, akhirnya aku menemukanmu, tepatnya, batu nisanmu. Aku berjongkok di sebelah makammu. Kuletakkan bingkisan bunga di atasnya. Aku tersenyum sendiri melihat gelang rajut yang kupakai.
“Hyunnie, bagaimana kabarmu hari ini? Kabarku baik-baik saja. Maaf ya Hyunnie-ku, setelah pemakamanmu, aku baru menjengukmu lagi hari ini. Jujur, aku tak sanggup melihat kondisimu yang sekarang, aku tak kuat. Tapi aku tak ingin terus-terusan merana. Kali ini aku tak akan menangis. Aku akan berusaha tegar untukmu. Yeoja sepertimu tak pantas memiliki namjachingu yang lemah dan pengecut. Makanya, mulai hari ini aku akan berubah. Aku tak akan membuatmu menyesal telah memiliki namjachingu sepertiku.
Kau baik-baik ya di sana. Jangan lupakan aku karena nanti kita akan bertemu lagi dan kita akan merajut kembali kisah cinta kita yang sempat terputus dunia. OK? Sudah ya, aku pulang dulu, nanti aku akan mampir lagi ke sini. Jaga kesehatanmu baik-baik. Saranghae.” aku berjalan pulang menuruni bukit. Kulihat langit yang cerah hari ini dan membayangkanmu bahagia di alam sana.
-THE END-
PLEASE LEAVE YOUR COMMENT...!!!
This is a great tale, girl.. You make it.. Congratulations...!!!!
BalasHapusMaksih juga udah bkin puasa aku hampir batal yaaa...
Tapi lain kali pemeran utamanya jangan mati ya...
OK...!!!
Bangga saya berteman dengan anda.. huhu
Hohoho..thanks. Kalo ga mati kan ga seru [lho?]:)
BalasHapus