-Title :
Who Should I Choose? (Part 1)
-Author :
Fani Yunisa
-Main Cast :
Park JiYeon (T-Ara)
Kwon JiYong/G-Dragon (Big Bang)
Lee Donghae (Super Junior)
-Supporting Cast :
Im Yoona (SNSD)
Choi Sooyoung (SNSD)
Park GyuRi (Kara)
Park Shin Hye
-Rating :
PG
-Genre :
Romatic/love, friendship
-Length :
Chapter
---
“Aku ingin kita putus.”
Kukumpulkan semua tenagaku untuk mengatakan itu. Tak ada kesan kaget di wajahnya.
“Baiklah jika itu yang kau mau.” jawabnya datar, seperti sedang membicarakan tugas kelompok yang tidak penting.
“Sebenarnya ini maumu kan?” pertanyaanku itu sukses membuatnya diam selama beberapa saat, sepertinya ia mencoba mencerna apa yang baru saja aku katakan.
“Apa maksudmu?”
“Sudahlah tidak usah berpura-pura. Semoga oppa bahagia dengan Yoona.”
Aku pergi meninggalkannya yang diam mematung di bawah pohon besar. Mungkin ia kaget karena aku tahu yang sebenarnya. Tak kuperlihatkan air mata di depannya. Aku tak ingin terlihat lemah. Aku sudah tahu bahwa Lee Donghae, pacarku itu, ah tidak maksudku mantanku itu telah berselingkuh dengan Im Yoona, mahasiswa tingkat tiga jurusan kedokteran, sama denganku, hanya saja aku jurusan arsitek. Aku tak menyalahkan Donghae oppa, karena Yoona memang yeoja yang cantik, dia juga seorang model. Jujur saja, secara fisik mereka memang cocok sekali. Apalagi Donghae oppa tak kalah populernya dengan Yoona.
Alasan aku memutuskannya simple sekali. Aku memutuskan Donghae oppa karena aku mencintainya. Yah, demi melihat ia bahagia, aku harus merelakannya walau harus mengorbankan perasaanku.
Sampai di apartement, aku menangis sekeras-kerasnya, menyesali keputusanku. Aku masih sangat mencintainya. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan besok jika bertemu dengan Donghae oppa, yang biasanya kami menghabiskan waktu bersama sebelum pelajaran dimulai. Mahasiswa tingkat empat jurusan kedokteran itu sudah satu tahun berpacaran denganku. Tapi mungkin aku memang yeoja yang membosankan sampai-sampai dia beralih pada yeoja lain.
Aku berhenti menangis karena mendengar suara handphone berdering di tasku. Segera kuambil dan kulihat siapa yang menelepon. Ah...JiYong, ada apa dia meneleponku? Bukannya hari ini dia sedang latihan basket?
“Yeoboseo?” jawabku.
“Ah, mian sepertinya aku salah sambung, aku kira ini nomornya Park JiYeon.”
“Ya! Ini aku bodoh. Kau kira aku ini siapa?”
“Hah? Ya! JiYeon-a, kenapa suaramu berbeda? Kau seperti sudah...menangis. Hei, gwenchana?” ia terdengar khawatir padaku.
“Gwenchana. Kenapa kau tidak latihan? Kau bolos ya?” tanyaku tanpa menjelaskan jawabanku.
“Pelatihnya tidak datang dan yang lain banyak yang absen, jadi lebih baik aku pulang saja. Kau sedang dalam masalah ya? Ceritakanlah padaku...”
Aku menceritakan akhir kisahku dengan Donghae oppa padanya. Perlahan air mataku mulai terjatuh lagi. Dia mendengarkan ceritaku dalam diam. Itulah yang aku suka darinya, ia tak pernah banyak bicara saat aku sedang curhat padanya. Ia satu-satunya sahabatku yang paling dekat, tempatku mencurahkan semua permasalahaku. Aku memang punya banyak teman, tapi kalau sahabat, aku cuma punya dia.
Kwon JiYong, mahasiswa tingkat tiga jurusan arsitek itu sudah bersahabat denganku semenjak SMP. Ia bintang sekaligus ketua tim basket di kampusku, bisa dibilang dia namja yang populer di kalangan para yeoja. Teman-teman se-timnya biasa memanggil JiYong dengan sebutan G-Dragon. Yah nama yang mungkin sedikit cocok untuknya mengingat dia selalu bermain basket dengan bersemangat seperti naga, haha.
Teman-teman sekelasku, bahkan yang lain kelas, sudah tahu bahwa aku bersahabat dengannya dari SMP. Sayang dia suka berganti-ganti yeojachingu. Yeojachingu-nya yang sekarang, Choi Sooyoung, adalah yeojachingu-nya yang ke-5 selama dia di universitas, belum lagi ketika ia di SMA. Meskipun begitu, aku merasa nyaman dekat dengannya.
Pagi ini aku pergi ke kampus melalui gerbang belakang. Aku tak ingin bertemu Donghae oppa. Tak lucu jika aku tiba-tiba menangis melihat Donghae oppa yang mungkin sedang bersama Yoona sekarang. Lagian kelas pertamaku hari ini jaraknya tak jauh dari gerbang belakang.
Tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkanku dari belakang.
“Annyeong JiYeon.....!!!” JiYong menepuk bahuku keras.
“Aa...sakit. Kau membuatku kaget saja. Tumben kau datang dari gerbang belakang, habis dari mana?”
“Tidak habis dari mana-mana. Aku tau kau akan lewat gerbang belakang setelah kejadian kemarin...dan aku benar kan?? Hoho...” tangan kanannya merangkul bahuku, kebiasaan.
“Dasar kau ini. Sudahlah jangan mengingatkanku pada kejadian kemarin, aku sedang berusaha melupakannya.” kataku.
“Tidak semudah itu JiYeon....tidak.” ia menggelengkan kepalanya sambil menggerakkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan. “Kau tak akan bisa melupakannya dalam waktu singkat. Percayalah padaku. Kau kan mencintainya.”
“Sok tau. Kenapa kau bisa berkata seperti itu?”
“Buktinya pagi ini kau masuk kampus lewat gerbang belakang. Jelas sekali kau tidak ingin bertemu Donghae karena takut kau tiba-tiba menangis, ia kan?”
Aku diam sesaat. Memang benar apa yang JiYong katakan. Aku tak akan bisa melupakannya dalam sekejap, apalagi aku masih sangat mencintainya. “Ne, kau benar. Jadi menurutmu apa yang harus aku lakukan?”
“Hmm...tenang, aku akan memberusaha membuatmu melupakannya, walaupun aku tidak tahu berapa lama.”
Hari ini mata kuliah Tipologi berakhir pukul dua siang. Tanpa basa-basi aku langsung keluar kelas dan pulang melalui gerbang belakang tanpa menyadari seseorang memanggilku.
“JiYeon-a!! JiYeon-a...!! Ya! Park JiYeon...!!”
Aku melihat ke belakang dan ternyata JiYong memanggilku. Ia berlari-lari kecil menghampiriku.
“Mwo?”
“Kau ada waktu tidak?”
“Hmm...coba aku ingat...” aku berusaha mengingat jadwalku hari ini. Karena hari ini rapat organisasi dibatalkan, maka, “sepertinya tidak ada, wae?”
“Hari ini tim-ku akan bertanding dengan universitas Seoul Art College, nonton ya!”
“Shireo...”
“Wae?”
“Wae? Kau gila? Donghae oppa pasti akan menonton pertandinganmu!”
“Aish...kau tak ingin bertemu dengannya? Jadi kau menganggap mantan pacar lebih penting diurusi daripada sahabat ya, hah?” katanya sambil melotot padaku yang membuat matanya terlihat semakin besar.
“Bukan begitu, aku...”
“Tidak mau tau apa alasanmu. Pertandingannya mulai satu jam lagi. Oh iya, aku baru lihat tadi Donghae pulang dengan Yoona. Jadi kau tak usah khawatir, OK?”
“Arasseo...” jawabku lemas. Tiba-tiba terdengar suara seorang yeoja yang memanggil JiYong. Ternyata yeoja itu adalah Sooyoung.
“Yongie..!”
“Mwo?”
“Honey, kau kan sebentar lagi mau bertanding, kenapa masih santai-santai sih? Kau kan belum makan siang, kau juga harus cepat ganti baju. Sebaiknya sekarang kita ke kantin. Ayo, kutemani kau makan siang!” katanya dengan gaya so centil yang membuatku sebal. Ia menarik paksa lengan JiYong, tapi JiYong menahannya.
“Ya! Lepaskan lenganku! Kau kira aku ini anak 10 tahun apa?” bentak JiYong.
“Tapi kau harus mempersiapkan kondisimu untuk bertanding nanti, honey!”
“Tolong lepaskan lenganku. Kau tau sopan santun tidak sih? Aku sedang berbicara dengan sahabatku di sini, tapi kau tidak menyapanya, bahkan menganggapnya ada pun tidak.” ia menatap tajam Sooyoung.
“Ah...mian. Annyeong haseyo, JiYeon-ssi.” sapanya dengan sedikit terpaksa.
“Annyeong.” balasku sambil tersenyum. Sudah kuduga dia tak akan menyapaku kalau tidak disuruh JiYong. Sooyoung, ah tidak tidak, semua mantan JiYong ketika sedang berpacaran memang membenciku. Itu karena hal sepele. Karena aku sahabat JiYong. Alasan yang konyol menurutku. Tapi tak apa, aku sudah terbiasa.
“Kau pulang saja dulu, nanti sejam lagi datang. Aku tak ingin waktu senggangku untuk istirahat ini terganggu.” katanya pada Sooyoung.
“Kau tak ingin diganggu tapi kau malah mengobrol dengannya.” ia melirik sinis padaku.
“Sejak kapan kau menjadi eomma-ku? Sudahlah kau lebih baik pulang. Aku masih ada urusan dengan JiYeon.”
Dengan terpaksa Sooyoung pergi meninggalkan kami berdua dengan tatapan marah. Sepertinya ia sebal sekali padaku yang diperlakukan baik oleh JiYong. Salahnya sendiri kenapa dia sangat menyebalkan.
“Mian, dia memang yeojachingu yang menyebalkan.”
“Kau hebat ya bisa bertahan dengan yeojachingu seperti dia, ckckck.”
“Aish...sebentar lagi juga akan kuputuskan. Aku tak butuh yeojachingu yang so-so mau berperan sebagai eomma-ku. Bisa-bisa ketenaranku menurun.”
“Semudah itukah kau memutuskan yeojachingu? Kau pikir hati yeoja itu untuk disakiti?” aku mendelik sinis padanya.
“Haha...aku sudah tau apa yang ada dipikiranmu. Tapi kali ini Sooyoung benar-benar yeojachingu yang menyebalkan. Dia seperti ekor yang selalu mengikutiku kemana saja, dan itu sangat menyebalkan. Kau tidak ingin melihatku tersiksa kan?”
“Aigoo...kau memang menyebalkan.” kataku sambil menjitak kepalanya.
“Ya! Sakit. Sudahlah jangan dipikirkan. Ayo kita makan, aku yang traktir.”
Ia menarikku ke kantin di pinggir gedung kampus. Ia memang lebih mementingkan chingu dari pada yeojachingu-nya. Ia namja yang sangat baik sekali. Kadang aku merasa menjadi yeojachingu-nya karena lebih diperhatikan daripada yeojachingu-nya yang asli, haha. Maklum lah, kami memang sangat dekat.
Aku beruntung sekali tidak melihat Donghae oppa saat masuk aula tempat pertandingan berlangsung. Mungkin ia sedang berkencan dengan Yoona. Harusnya aku yang berada di posisi Yoona saat ini. Hatiku sangat sakit memikirkannya.
Ku lihat Sooyoung memasuki aula dan mencari tempat duduk yang kosong. Sial, mana sebelahku kosong lagi. Masa dia harus duduk di sampingku? Menyeramkan. Huuhh...dan benar saja, sekarang dia duduk di sampingku.
“Mana JiYong?” tanyanya tanpa menatapku. Tapi aku yakin pertanyaan itu ditujukan padaku.
“Kau kan pacarnya, masa tak tau dimana dia sekarang.” jawabku sedikit sinis.
“Terakhir kali aku melihatnya, dia sedang bersamamu.”
“Dan kau pikir aku terus bersamanya sejam penuh?” jawabku.
“Bisa saja kan kau berbohong. Ingat ya, JiYong itu hanya sahabatmu, tidak lebih!” kali ini dia menatapku tajam. Menyebalkan sekali yeoja ini.
“Kau pikir aku akan mendengarkan kata-katamu? Asal kau tau saja, aku tidak ingin diperingati yeoja sepertimu!” kataku tegas, membuatnya bungkam.
Pertandingan dimulai. Aku melihat tim JiYong memakai baju berwarna merah biru. JiYong melihat ke arahku dan tersenyum. Aku tak tau senyumannya itu diberikan untukku atau Sooyoung. Tapi yang pasti Sooyoung langsung membalas senyumannya dengan berteriak, “Semangat honeyy...!”.
Pertandingan berjalan sangat seru. Skor kedua tim bedanya sangat tipis, tapi tim JiYong mengungguli skor. Semangat sekali JiYong, gerakannya lincah dan gesit. Aku, dan mungkin juga yang lainnya, belum pernah melihat JiYong main sehebat ini. Aku yakin tim JiYong akan mengharumkan universitas kami.
Terdengar bunyi peluit yang menandakan ronde kedua berakhir. Masih ada dua ronde tersisa. Sooyoung langsung turun ke bawah menghampiri JiYong. Aku melihatnya membawa handuk kecil dan mengelap keringat di wajah JiYong. Tapi aku tertawa kecil karena melihat JiYong langsung menjauhkan handuk itu dan mengeluarkan handuk kecil dari tasnya. Sepertinya dia malu diperlakukan begitu oleh yeojachingu-nya sendiri.
Sooyoung, dengan wajah cemberut, kembali ke tempat duduk di sampingku. Aku bisa merasakan bagaimana tersiksanya punya yeojachingu seperti dia.
“Puas kau?”
“Mwo?”
“Kau puas kan melihatku diacuhkan JiYong?” tanyanya dengan sinis. Aku bosan. Ini adalah kelima kalinya aku mendapat pertanyaan seperti itu. Tiga dari Sooyoung, satu dari GyuRi, dan satu dari Shin Hye. Semuanya mengira aku memiliki perasaan lebih pada JiYong, padahal kami hanya sahabat.
“Kau tak mengerti apa artinya sahabat ya? Kasihan sekali.” aku tersenyum sinis tanpa melihatnya.
“Sahabat? Aku tau itu hanya alasanmu agar bisa terus bersama JiYong. Alasan yang klise.”
“Terserah apa katamu.” aku tetap cuek dan berusaha berkonsentrasi pada pertandingan. Tapi si cerewet ini terus berbicara.
“Kudengar kau sudah putus dengan Donghae oppa ya? Siapa yang memutuskan? Aku yakin Donghae oppa. Mana mungkin dia mau menyandingkan Yoona denganmu.” katanya. Rupanya cepat sekali gosip bahwa Donghae oppa pacaran dengan Im Yoona menyebar.
“Jelas sekali kau menganggap bahwa dirimu sangat cantik. Tapi sayang, sepertinya namjachingu-mu sedikit risih padamu.” aku tersenyum senang melihat ia marah.
“Kau...setelah putus dengan Donghae oppa, kau akan merebut JiYong dariku kan?”
“Aku tak...” perkataanku terhenti karena melihat dua orang pasangan masuk ke aula dengan bergandengan tangan. Yap! Donghae oppa dan Yoona sukses membuat hatiku panas. Mereka duduk di dekat pintu aula sebelah utara.
“’Tak’ apa? Benar dugaanku kalau kau memang mau merebutnya. Matamu pun sampai tak lepas darinya.” kata Sooyoung yang menduga aku sedang memperhatikan JiYong. Ada telepon masuk ke handphone-ku. Ternyata dari Han Seung Yeon, teman satu organisasi.
“Maaf, bilang pada JiYong kalau aku tak bisa menonton pertandingannya sampai akhir, aku ada urusan mendadak. Yeoboseo? Seung Yeon...” aku meninggalkan Sooyoung dan pergi keluar aula lewat pintu aula bagian selatan sambil menelepon. Aku yakin Seung Yeon hanya akan membahas soal rapat organisasi yang ditunda, tapi aku memutuskan untuk tidak kembali ke dalam aula karena aku tak tahan melihat Donghae oppa yang sedang duduk mesra bersama Yoona. Maaf JiYong, aku tak bisa melihat pertandinganmu sampai akhir, aku masih belum bisa mementingkanmu daripada Donghae oppa.
Minggu pagi ini dengan tak bersemangat, aku pergi ke taman dekat apartement, sekedar ingin menghibur diri. Hari masih sangat pagi, tak heran kalau di taman masih sepi. Semalaman aku menangis di kamar, menumpahkan kekesalanku mengetahui Donghae oppa yang sudah tak canggung lagi bergandengan tangan dengan yeoja lain. JiYong tak meneleponku sejak kemarin. Sepertinya ia tahu masalahku dan tak ingin menggangguku.
Taman ini strategis sekali untuk melihat matahari muncul di balik gunung Halla karena taman ini tanahnya lebih tinggi dari daerah lain. Ahh,angin musim semi...sejuk sekali. Sejenak aku melupakan Donghae oppa dan hanyut dalam buaian udara di pagi hari.
Tiba-tiba handphone-ku berdering. Tanpa kulihat layar handphone, aku langsung mengangkat telepon. Aku sudah tahu siapa yang menelepon, pasti JiYong.
“Yeoboseo JiYong...” jawabku lesu.
“Yeo...hei, kau habis menangis lagi ya?” tanyanya mendengar suaraku berubah.
“Ne...ada apa kau meneleponku sepagi ini?”
“Kau ada di aparement? Aku di depan kamarmu.” jawabnya.
“Aku sedang tidak di apartement. Kalau mau bertemu, datanglah ke taman.”
“Arasseo.” ia menutup teleponnya. Mau apa dia bertemu denganku sepagi ini? Mau menghiburku? Entahlah, apa pun yang ia lakukan sepertinya tak akan mengubah keadaanku.
15 menit kemudian ia datang. Tumben ia tidak membawa motornya. Ia hanya membawa kotak makan di tangannya.
“Apa yang kau bawa?” tanyaku begitu ia duduk di sampingku.
“Sushi. Appa-ku kemarin datang dari Jepang dan membawa banyak makanan. Aku tak akan sanggup menghabiskannya sendiri.”
“Memangnya bisnis appa-mu sudah selesai?”
“Belum. Besok dia akan pergi lagi ke Jepang. Mungkin eomma akan ikut dengannya. Nih, makanlah.” ia menyodorkan kotak makannya padaku. Banyak sekali sushi-nya, bermacam-macam lagi. Aku mulai mengambilnya dengan sumpit yang sudah ia sediakan dan memakannya.
“Makanlah bersamaku, aku juga tak mungkin menghabiskan ini sendirian.” ia pun mengambil sushi udang dengan tangan karena ia tak membawa sumpit lagi.
“Aku tak suka kau menjadi cengeng hanya gara-gara namja yang sudah tidak mencintaimu lagi bahkan berbuat jahat padamu.” katanya to the point.
“Aku juga tak ingin seperti ini. Tapi aku sudah terlanjur mencintainya. Sulit untukku melupakan Donghae oppa karena dia namjachingu-ku yang pertama. Aku juga bukan orang sepertimu yang dengan mudahnya jatuh cinta dan melupakannya dalam sekejap. Jangan samakan aku denganmu.”
“Aku tidak menyamakan diriku denganmu. Cobalah untuk bersenang-senang. Aku tidak suka melihat wajahmu yang muram dan matamu yang sembab.”
“Arasseo, aku juga tidak ingin terus-menerus terpuruk. Oh iya, bagaimana pertandingan basketmu kemarin?” tanyaku mengganti topik.
“Tim-ku menang dengan skor 72-56. Menurutku beda skornya jauh sekali mengingat tim-ku biasanya menang dengan skor yang beda tipis dari tim lawan. Aku benar-benar puas. Sayang kau tidak melihatnya sampai akhir. Lawan bernomor punggung 5 terus menerus berusaha melukaiku, sampai akhirnya ia dikeluarkan oleh wasit.” ia bercerita dengan semangat. Yah, basket salah satu hal yang bisa membuatnya tersenyum lebar.
“Syukurlah. Sebenarnya Donghae oppa bukan satu-satunya alasanku meninggalkan aula kemarin.”
“Siapa lagi? Sooyoung?” tanyanya yang sepertinya sudah tau jawabanku.
“Ne, aku tak akan tahan duduk berlama-lama di sampingnya. Dia terus berisik di sampingku. Menyeramahiku, mengingatkanku, bahkan menyindirku. Aku berpikir sepertinya akan tersiksa sekali kalau aku jadi kau.”
“Dia memang menyebalkan. Tapi tenang saja, kita sudah bebas.”
“Bebas? Kau sudah memutuskannya?” tanyaku.
“Ne, sepulang dari pertandingan aku memutuskannya. Setidaknya, aku dan kau sudah bebas darinya.”
“Segampang itukah? Bahkan kau terlihat sedih pun tidak. Namja memang tak pernah serius mencintai seorang yeoja.”
“Aku juga sebenarnya tak ingin menjadi namja player, tapi keadaan memaksaku.”
“Maksudmu?” tanyaku heran.
“Ah sudahlah lupakan.” jawabnya. Tangannya tiba-tiba menyentuh ujung bibirku.
“Ada tuna menempel di sudut bibirmu.”
“Ah...gomaweo.” ada perasaan aneh di hatiku. Apa ya? Entahlah.
Kami pulang setelah menghabiskan sushi dan melihat matahari terbit. Ternyata JiYong membawa motor yang ia simpan di halaman apartementku. Ia tidak masuk dulu ke dalam, melainkan langsung mengendarai motornya pulang.
-TBC-
PLEASE LEAVE YOUR COMMENT...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar