Jumat, 20 April 2012

The Fault (Ficlet)

Title :
The Fault
Author :
JunEonnie
Cast :
Yoon Doojoon (B2ST/BEAST)
Kwon Ji Yong (Bigbang)
Sandara Park / Dara (2NE1)
Lee Junho (2PM)
Im Jin Ah / Nana (After School)
Rating :
PG-12
Genre :
Horror, mystery
Length :
Ficlet
Ps :
Ini ff horror ketiga yang aku buat. Serem atau ngga-nya sih, gimana readers aja deh…
Warning! :
Beware of the typo and GAJEness!
Disclaimer :
The story is mine! No plagiarisme please!!!

Happy reading…^^



Ini kisahku saat 6 bulan yang lalu. Nyata atau tidak, kisah ini selalu terasa seperti mimpi bagiku.

Sebenarnya, aku bukanlah orang yang mudah mempercayai hal-hal mistik. Sedikit pun tidak. Aku dididik oleh kedua orang tuaku, yang meninggal saat kecelakaan 5 tahun lalu, untuk bersikap berani dalam menghadapi apapun. Mereka juga mendidikku untuk tidak mempercayai hal-hal mistik yang biasanya diyakini orang-orang zaman dulu dan orang-orang penakut. Kedua orang tuaku sama sepertiku. Mereka lebih senang berpikir dan bertindak secara logis daripada melakukan sesuatu yang tidak masuk akal.
Tapi semua itu hilang begitu saja. Aku kini mempercayai hal-hal mistik dan tidak masuk akal itu. Dan itu semua karena kejadian 6 bulan yang lalu.

Kisah ini dimulai saat Doojoon (yaitu aku), Ji Yong, Dara, dan Junho, berpesta untuk merayakan ulang tahun Nana yang saat itu beranjak 23 tahun. Kami bersahabat, tentu saja, dan sangat dekat satu sama lain. Saat itu aku selalu merasa bahwa persahabatan kami tidak akan pernah putus, dan kami pun berjanji akan selalu bersama selamanya.

Malam itu sangat menyenangkan ditambah lagi dengan Nana yang baru saja diterima sebagai karyawan di perusahaan yang sama dengan kami. Tapi pesta itu tidak berlangsung lama seperti yang kami bayangkan karena kondisi Nana yang kurang baik. Mungkin karena paginya ia sibuk mengurus penerimaan kerjanya dan sekaligus menyiapkan pesta ini sendirian.

Sebelum pulang, Nana sempat memintaku mengambilkan obat sakit kepala di tempat obat, dan tanpa basa-basi dia langsung meminumnya 2 tablet sekaligus. Dan yang membuat kami berempat sangat terkejut keesokan harinya adalah, Nana ditemukan meninggal di apartementnya.

Entah mengapa pihak keluarga tidak melaporkan kematian Nana pada polisi. Bisa saja kematiannya itu disebabkan karena pembunuhan, kan? Tapi sepertinya pihak keluarga tidak memikirkan hal itu. Bahkan kematiannya terkesan disembunyikan. Pemakamannya pun hanya boleh dikunjungi pihak keluarga. Aku dan teman-teman yang lain hanya tahu bahwa Nana meninggal karena penyakit yang ia derita. Kami tentu saja sangat terkejut mendengarnya, terlebih lagi Nana tidak pernah menceritakan tentang penyakitnya itu pada kami, sahabatnya.

Aku dan teman-teman yang lain hanya bisa mendoakan kepergiannya. Tapi sepertinya doa kami belum cukup untuk membuat Nana pergi dari kehidupan kami…

Dimulai dari Dara yang sering melihat Nana di apartementnya. Awalnya aku dan teman-teman yang lain tidak percaya pada cerita Dara. Berkali-kali ia mengaku sering dibisiki Nana. Kadang Nana selalu duduk di sampingnya dengan tiba-tiba, lalu menghilang. Ia juga mengatakan bahwa Nana sering mencekiknya saat ia sedang tertidur.

Karena di antara kami bertiga tidak ada yang percaya pada cerita Dara, maka Ji Yong memutuskan untuk membuktikannya. Tapi hasilnya nihil, Ji Yong tidak menemui apapun di apartement Dara. Jadi kami menganggap itu karena Dara belum siap berpisah dengan Nana. Kami mengangap Dara stress dan mulai mengkhayal yang tidak-tidak.

Dan kami dibuat terkejut dengan kematian Dara di apartementnya. Entah siapa yang melakukannya, di leher Dara terlihat jelas bekas cekikan yang membiru. Ini tentu saja pembunuhan. Tapi anehnya, tidak ada yang berubah dari apartement Dara. Semuanya terkesan rapi. Bahkan di pintu apartementnya pun tidak ditemukan sidik jari lain selain sidik jari Dara. Dan tidak mungkin si pelaku masuk melalui jendela luar, karena apartement Dara berada di lantai 15. Jadi, siapa yang melakukannya?

Aku pun mulai memikirkan cerita-cerita Dara tentang Nana. Mungkinkah yang melakukan itu adalah…Nana? Tapi saat itu aku masih berpikiran logis. Tidak mungkin Nana yang sudah meninggal bisa melakukan itu pada Dara. Itu tidak ada dalam ilmu logika manapun.

Kejadian yang sama terjadi pada Junho. Ia bercerita padaku dan Ji Yong bahwa Nana setiap malam selalu menemaninya tidur. Wajahnya yang sangat pucat dan menyeramkan membuat Junho terpaksa menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut setiap malam. Mulutnya pun selalu mengeluarkan tetesan darah dan meninggalkan noda merah pada sprai bantal. Tapi noda merah itu selalu menghilang keesokan harinya.

Kini giliranku yang membuktikan sendiri kebenarannya. Tapi sayang, 2 hari aku menginap di apartement Junho, aku tidak menemui apapun. Akhirnya aku pulang dan menceritakan semuanya pada Ji Yong. Dan Ji Yong menganggap itu semua hanya halusinasi Junho. Sampai akhirnya Junho meninggal…

Dia ditemukan meninggal di halaman apartementnya. Polisi menduga bahwa Junho menjatuhkan diri dari atap apartement, karena tidak mungkin Junho menjatuhkan diri dari kamar apartementnya yang berada di lantai 2. Entah apa yang membuatnya melakukan hal tidak berguna itu. Itu membuat aku dan Ji Yong bingung. Masalahnya, Junho adalah lelaki yang menganggap rendah perbuatan bunuh diri.

Seorang tetangga yang tinggal di lantai paling atas mengaku melihat Junho di atap apartement. Junho terlihat sedang berbicara dengan seseorang. Tapi ia tidak tahu siapa lawan bicara Junho saat itu karena di sana memang tidak ada siapa-siapa. Apa ini semua perbuatan Nana? Mengapa Nana mengganggu kami yang masih hidup? Bahkan Dara dan Junho sampai meninggal. Apa salah kami semua? Apa kami yang membuat Nana meninggal? Tidak kan?

Sepertinya Nana benar-benar dendam pada kami. Setelah puas dengan Dara dan Junho, Nana menggangu kehidupan Ji Yong. Lebih parah dari sebelumnya, Ji Yong mengaku Nana selalu ingin membunuhnya setiap saat. Dan jika Nana gagal, ia akan melakukan itu pada dirinya sendiri. Pernah suatu saat Nana berusaha menusuk Ji Yong dengan pisau tajam, tapi gagal karena Ji Yong berhasil melarikan diri. Sekilas Ji Yong melihat Nana melakukan itu pada dirinya sendiri. Ia menusukkan pisau yang ia genggam ke perutnya, mengoyaknya, dan mengeluarkan isinya. Setidaknya itu yang Ji Yong ceritakan padaku. Dan itu salah satu dari sekian banyak cerita dari Ji Yong tentang Nana.

Sama seperti yang lain, Ji Yong pun meninggal. Di tubuhnya banyak sekali luka sayatan. Dan yang paling parah, pisau dapur masih menusuk di dadanya saat ia ditemukan. Sama seperti Junho, polisi menduga Ji Yong melakukan aksi bunuh diri. Tapi yang mengherankan, pada genggaman pisau itu tidak ditemukan sidik jari siapapun, termasuk sidik jari Ji Yong sendiri.

Jika diperhatikan, semua masalahnya sama. Nana menggangu kehidupan mereka, dan akhirnya membuat mereka kehilangan nyawa. Intinya, Nana ingin membuat posisi kami semua sama dengannya. Dan itu berarti, sasaran terakhir Nana adalah aku.

Menyadari itu, secepatnya aku pergi ke tempat peristirahatan terakhir Nana. Aku mendoakan jiwanya agar tenang di alam sana. Aku pun pergi ke rumah keluarganya, meminta maaf jika aku memiliki kesalahan pada mereka dan menceritakan semuanya.

Awalnya keluarga Nana tidak percaya dengan ceritaku. Setahu mereka, Nana tidak pernah menaruh dendam apapun pada kami. Malahan, Nana selalu menceritakan hal-hal baik tentang kami pada mereka. Dan mereka yakin sekali Nana meninggal karena penyakit yang dideritanya. Tapi tetap, ketika aku menanyakan penyakit yang diderita Nana, pihak keluarga tidak ingin memberitahu.

Setelah semua itu, aku sering pergi ke gereja untuk beribadah dan mendoakan ketenangan jiwa teman-temanku di alam sana. Nana memang belum pernah menampakan dirinya di hadapanku. Bahkan jika di apartement sedang sendirian pun, aku tidak pernah merasakan kehadiran Nana. Sampai malam itu tiba…

Malam itu, aku baru pulang dari perusahaan tempat aku bekerja sekitar pukul 2 malam, karena direktur perusahan memberiku banyak tugas saat di kantor. Memang tidak ada kejadian apapun saat aku pulang ke apartement. Bahkan setelah aku mandi, tidak ada satupun hal yang aneh. Tapi saat aku tidur, aku memimpikan Nana!

Dalam mimpi itu tergambar jelas kebersamaanku dengan Nana, Ji Yong, Junho , dan Dara. Saat itu kami tengah makan siang di taman kampus. Dan saat itu juga, kami mengikrarkan janji bahwa kami akan selalu bersama selamanya. Lalu semuanya berubah menjadi gelap dan digantikan dengan mimpi yang lain, tepatnya mimpi saat pesta ulang tahun terakhir Nana.

Ini bisa disebut bukan mimpi karena aku merasa ini seperti kilas balik. Aku melihat diriku sendiri membawakan obat sakit kepala untuk Nana. Dan, hey…tunggu! Itu bukan obat sakit kepala! Jika kuteliti, itu adalah obat maag yang jika dilihat dari mereknya, obat itu sudah tidak diproduksi lagi selama 2 tahun belakangan ini!

Jadi, Nana salah meminum obat kadaluwarsa yang membuat penyakit parahnya kambuh? Dan itu semua karena kesalahan…..ku? Astaga…akulah yang telah membunuh Nana!!!

Lalu mimpi itu berubah menjadi gelap dan digantikan dengan mimpi, ah tidak, kilas balik yang lain. Kali ini kejadian saat Dara, Junho, dan Ji Yong diganggu oleh Nana hingga mereka meninggal. Dan terakhir, aku melihat Nana naik ke tempat tidurku saat aku sedang tidur. Lalu dia…hey, bukankah itu malam ini?

Aku langsung membuka mata dan menemukan Nana dengan wajahnya yang menyeramkan dan mulut penuh darah naik ke tempat tidurku dengan membawa pisau dapur yang panjang dan tajam. Aku spontan berteriak dan bergegas turun dari tempat tidur.

“Nana! Apa yang kau lakukan? Jangan ganggu aku! Kita sudah berbeda dunia, Nana!!!” teriakku.

Lalu dengan suara yang serak dan melengking, Nana berkata, “Kau harus mati Doojoon-a…karena kau telah membunuhku…”

Nana semakin mendekat padaku. Dia berjalan layaknya mayat hidup. Aku pun berjalan mundur. “Aku memang salah memberikan obat itu padamu, tapi itu tidak sengaja! Aku tidak tahu kalau itu obat yang sudah habis masa pemakaiannya! Itu bukan satu-satunya kesalahanku! Kalau kau membuang obat itu, kejadian ini tidak akan pernah terjadi!!!”

Nana tersenyum. Senyum yang mengerikan yang membuat darah di mulutnya keluar semakin banyak. “Walaupun kematianku ini bukan karena kesalahanmu, aku tetap akan membunuhmu dan yang lainnya, Doojoon-a…”

“Ke, Kenapa?” tanyaku dengan suara yang gemetar.

“Karena kita sudah berjanji untuk hidup bersama selamanya, kau masih ingat kan janji itu? Tinggal kau yang belum menepati janji…” Nana semakin mendekat. Kini jarak kami hanya terpaut 2 meter.

“Apa kau tidak mengerti juga? Aku memang berjanji untuk hidup selamanya denganmu dan yang lainnya, tapi bukan berjanji untuk mati bersama!!!”

“Tapi bagiku itu sama saja…”

Aku langsung melempari Nana dengan vas bunga di samping meja telepon, walaupun itu merupakan hal yang sia-sia. Aku langsung melarikan diri saat pisau di tangan Nana hampir mencapai dadaku. Aku keluar dari apartement dan membuat keributan diluar. Tetangga di sekitar yang mendengar teriakanku pun keluar untuk mengetahui apa yang terjadi. Dan aku selamat.

Pagi itu juga aku langsung menyerahkan diriku pada pihak polisi. Aku tipe orang yang akan bertanggung jawab jika melakukan kesalahan, walaupun itu bukan kesalahan yang disengaja. Aku tidak ingin masalah itu membebani pikiranku. Hakim memberi hukuman 3 tahum penjara padaku karena aku melakukannya dengan tidak didengaja.

Dan sekarang, disinilah aku. Sendirian di balik jeruji besi yang dingin dengan sehelai selimut yang sangat tipis, ditemani Nana yang memandang tajam ke arahku…

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar