Minggu, 23 Oktober 2011

All Is Over (Oneshot/Songfic)

Title :
All Is Over
Author :
Fani Yunisa
Cast :
Park Sunyoung / Hyomin (T-Ara)
Lee Donghae (Super Junior)
Rating :
PG-13
Genre :
Love
Length :
Oneshot
Ps :
FF ini banyak flashback-nya^^ dan lirik B2ST – Break Down baris ke 1 & 3 sedikit aku ubah, biar nyambung sama ceritanya.


You’re my everything, I I need you in my life boy
It’s not yet time to part, stay a little longer
Don’t you know that you’re the only person who can make me smile?
The person who can make me laugh is only you, too

My heart is bursting, I can hear your feelings
No, it’s nothing, my trembling voice
The tears flow, I try to hide them
Now everything is over between us

(B2ST – Break Down)




Pandanganku tertuju pada satu titik. Titik dimana pertama kali kita bertemu. Titik dimana kau mengatakan hal aneh itu padaku.

“Saranghaeyo.”

Ungkapan singkat nan jelas itu masih terukir rapi di memoriku. Padahal saat itu, kita baru pertama kali bertemu dan aku belum mengucapkan sepatah kata pun padamu.


Kau namja gila, pikirku saat itu. Bahkan namamu pun aku tak tahu. Dan aku juga yakin saat kau mengatakan itu, kau belum tahu siapa aku.

Kau tampan. Mungkin itu satu-satunya alasan mengapa aku tidak marah saat kau mengatakan ‘saranghaeyo’ padaku saat kita pertama kali bertemu. Dan bodohnya, bukannya bertanya ‘Siapa kau?’, aku malah menyunggingkan senyum manisku padamu.

Saat itu aku berpikir aku sudah gila. Yah, mungkin aku terlalu terpesona dengan ketampananmu.

Yang bisa kurasakan saat itu hanyalah bingung bercampur bahagia.

Flashback

Sore ini begitu indah. Langit yang biru itu menampakan dirinya yang begitu menawan dibalut dengan awan-awan kecil di sekitarnya. Burung-burung berkicauan ramai di dekatnya, mencari sarang dan bersiap-siap untuk bersembunyi dari kejutan malam. Sayang mereka harus pulang sekarang, padahal hari belum terlalu sore untuk berganti warna, menurutku.

Hamparan ilalang nan luas ini begitu mempesona ditemani oleh gunung yang sampai detik ini tak kuketahui namanya. Hanya yang kutahu orang-orang memanggil gunung itu ‘Gunung Kemerahan’. Tentu saja aku tak memanggilnya begitu. Karena di mataku gunung itu berwarna hijau. Dan selalu tetap berwarna hijau. Tapi sayang, jurang yang cukup tinggi menjadi pemisah gunung itu dengan tempatku berdiri.

“Saranghaeyo.”

Aku mencari asal suara itu dan ternyata seorang namja berdiri tak jauh di belakangku.

Siapa dia? Aku tak mengenalnya. Apa dia orang baru disini?

Tapi, dia tampan. Luar biasa tampan malah. Sejenak aku terpesona melihat ketampanannya sebelum aku sadar dia tersenyum sangat manis padaku. Aku pun membalas senyumannya.

“Apa kau baru saja mengatakan sesuatu yang sangat umum tadi?” tanyaku yang masih tersenyum.

“Ne. Apa kau tak mendengarnya? Apa perlu aku mengulangnya sekali lagi?” tawarnya padaku.

“Ani. Aku mendengarnya. Sangat jelas malah.” jawabku.

“Baguslah. Kalau begitu, siapa kau?” pertanyaan itu seolah-olah menyadarkanku dari mimpi indah. Benar juga, seharusnya itu hal yang pertama kali aku tanyakan padanya. Babo! Bagaimana bisa dia mengatakan ‘Saranghaeyo’ padaku padahal dia belum tahu siapa aku? Ataukah itu hanya sebuah candaan perkenalan?

“Harusnya aku yang menanyakan itu padamu. Bagaimana bisa kau mengatakan ‘Sarangahaeyo’ padahal kau tak tahu siapa aku?”

“Itulah lucunya aku. Tak tahu kenapa aku bisa tiba-tiba jatuh cinta padamu padahal aku baru melihatmu selama 20 detik sebelum aku megatakan ‘Saranghaeyo’ tadi. Aku melihat sesuatu yang lain darimu.” jelasnya.

“Apa itu?”

“Entahlah. Aku juga tak tahu.”

Namja aneh, pikirku. Tapi, tak apakah kalau aku ingin mengenalnya lebih jauh?

“Siapa namamu?” tanyaku.

“Donghae. Lee Donghae. Namamu?”

“Sunyoung. Park Sunyoung imnida. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apa kau orang baru disini?”

“Ne. Aku pindahan dari kota. Kupikir suasana desa akan lebih cocok untukku. Dimana rumahmu?”

“Pertigaan C.” jawabku.

“Oh. Kalau begitu rumah kita dekat. Rumahku juga di pertigaan C.” katanya dengan semangat.

“Oh ya?”

Percakapan sore yang indah, menurutku. Aku dan namja yang mengaku bernama Donghae ini mengisi acara ‘matahari tenggelam di balik gunung’ dengan percakapan tentang diri kami masing-masing.

Tanpa aku sadari bahwa kata pertama yang keluar dari mulutnya tadi bukan hanya main-main atau sekedar candaan perkenalan semata.

Flashback End


Haahh…saat-saat yang menyenangkan. Bahkan beberapa hari setelah itu, aku resmi menjadi yeojachingumu. Saat itu umurku masih 16 tahun. Begitu mudahnya aku masuk ke dalam pesonamu.

Kau yang tak pernah berhenti memberikan perhatian padaku. Kau yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus padaku. Kau yang selalu mengingatkanku tentang hal-hal kecil yang sering kulupakan. Kau yang selalu mengajariku tentang sesuatu yang baru. Kau yang tak pernah lupa mengatakan ‘Saranghae’ setiap pagi padaku.

Itu sebagian kecil dari hal-hal yang aku suka darimu. Kau selalu membuatku terus mencintaimu. Selalu. Bahkan sampai saat ini.

Kau telah membuat hatiku tak bergeming oleh namja lain. Seolah-olah kau telah menguasai hatiku agar hanya tertuju padamu.

Kau ingat saat eomma-ku tahu tentang hubungan kita?


Flashback

“Ada apa ini?” tanya eomma yang heran dengan kehadiran Donghae di rumah.

“Eomma, perkenalkan…”

“Dia tetangga baru, eomma tahu.” jawab eomma singkat.

“Baiklah, kalau begitu aku akan memperkenalkannya padamu sebagai namjachinguku.” kataku tenang walaupun aku tahu mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi setelah ini.

“Sejak kapan aku mengijinkanmu berpacaran dengannya?” eomma memandang Donghae sinis.

“Eomma, aku yang sedang berpacaran dengannya, bukan eomma.”

“Aku tahu. Lagipula siapa yang mau berpacaran dengan anak koruptor?” eomma tersenyum mengejek.

“Ahjumma, appa-ku memang pernah menggelapkan uang dari perusahaannya sendiri. Tapi itu dulu. Dan dia sudah menerima hukumannya tahun lalu. Lagipula…”

“Tetap saja kau anak koruptor! Kau tak pantas dekat-dekat dengan anak perempuanku. Keluar kau dari rumahku! Jangan pernah menginjakkan kaki lagi di rumah ini. Pergi! PERGI!!!” teriak eomma dengan telunjuknya yang mengarah ke luar pintu.

Aku menangis melihat perlakuan eomma pada Donghae. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Eomma menyuruhku masuk ke kamar dan ia tak membiarkanku keluar rumah selama beberapa hari.

Flashback End


Butuh waktu 9 bulan untuk mendapatkan persetujuan dari eomma-ku tentang hubungan kita. Kau sadar kan 9 bulan itu bukan waktu yang sebentar? Tapi perjuangan kita akhirnya tidak sia-sia.

2 tahun kita menjalin hubungan cinta kasih yang manis. Saat itu kau masuk ke sekolah yang sama denganku. Dan itu membuat kita dapat menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya.

Flashback

“Apa cita-citamu nanti?” ia bertanya padaku. Saat itu kami sedang tiduran di rumput belakang sekolah. Matahari bersinar indah saat itu.

“Aku ingin menjadi arsitrek. Kau tahu sendiri hobiku menggambar sketsa.”

“Kalau begitu, nanti buatkan sketsa rumah masa depan kita ya!” pintanya. Aku hanya bisa tertawa kecil mendengarnya.

“Arasseo. Sudah terbayang di otakku bagaimana rumah masa depan kita. Kau tenang saja.”

“Geurae? Otte?” tanyanya sambil melihatku dengan wajah penuh ketertarikan. Aigoo…neomu aegyo! Dia benar-benar namja dengan tiga wajah, tapi mungkin saja lebih dari itu. Kadang wajahnya bisa sangat tampan, kadang juga wajahnya sangat imut. Dan tidak jarang juga wajahnya menjadi sangat keren.

“Kita lihat saja nanti kalau sudah waktunya, hehe.” jawabku

“Aish! Jinjja!” dia mencubit pipiku, membuatku meringis pelan.

“Kau sendiri, apa cita-citamu?” tanyaku bergantian.

“Aku punya dua cita-cita.”

“Apa itu?”

“Pertama, aku ingin menjadi seorang dokter yang hebat.” jawabnya. Lalu ia diam. Mungkin ia sengaja karena ingin menungguku bertanya kembali tentang cita-citanya yang kedua. “Lalu, yang satunya?”

“Aku ingin hidup bahagia selamanya denganmu dan anak-anak kita nanti, dan cucu kalau umurku panjang. Hanya itu.”

Jawabannya itu cukup membuat jantungku berhenti saking senangnya dengan apa yang ia katakan. Dan jawaban itu cukup membuatku percaya bahwa ia memang benar-benar mencintaiku.

“Nado. Aku pun ingin hidup bahagia selamanya denganmu, sampai akhirnya Tuhan memisahkan kita dan mempertemukan lagi di surga nanti.”

“Itu pasti.” jawabnya meyakinkan.

Flashback End


Setelah lulus SMA, kau meninggalkanku. Kau pergi ke Jerman untuk meneruskan sekolah. Kau menjadi mahasiswa Jerman saat itu. Sementara aku, aku hanya mampu meneruskan sekolah ke universitas dalam negeri.

Flashback

“Mianhae, Sunyoung-a…tapi aku tak bisa membuang kesempatan baik ini…”

“Gwenchana Donghae-a…aku malah akan marah padamu kalau kau membuang kesempatan emas ini. Belajarlah yang rajin. Bawalah prestasi yang membanggakan saat kau pulang nanti. OK?”

“Ne! Aku tak akan mengecewakanmu. Aku akan sering-sering menghubungimu. Dan selama aku disana, kau jangan pernah melirik namja lain, arasseo?”

“Ya! Bukankah seharusnya aku yang mengatakan itu? Aku yakin di Jerman sana banyak yeoja yang lebih cantik, bahkan lebih pintar dariku.”

“Tenang saja, secantik dan sepintar apapun mereka, aku hanya akan mencintaimu. Lagipula, aku mencintaimu bukan karena kecantikan atau kepintaran yang kau punya. Aku mencintaimu karena ketulusan hatimu. Percayalah padaku.” jelasnya yang berhasil menimbulkan semburat merah di pipiku.

“Ne, aku percaya.”

“Saranghae, Sunyoung-a…”

“Nado saranghae…” lalu ia mencium bibirku lembut.

Flashback End


Ciuman itu menjadi ciuman terakhir yang kau berikan padaku. Ciuman yang belum pernah kau berikan pada yeoja lain.

2 tahun pertama saat kau disana, kau masih berhubungan denganku. Cintamu tak ada bedanya seperti dulu saat kau masih di sampingku. Bahkan sebulan sekali kau pulang ke Korea untuk melepas rindu dan berbagi cerita denganku.

Dan setelah itu, semuanya mati.

Mati.

Dan mati.

Bukan kau yang mati, tapi cintamu yang mati. Cinta yang selama 6 tahun kita rajut akhirnya kandas begitu saja.

Kau tahu bagaimana rasanya sakit hati ini? Kau tahu bagaimana rasanya remuk hati ini? Kau tahu bagaimana rasanya hancur hati ini? Kau tahu bagaimana rasanya perih hati ini?

Selama 6 tahun ini kau anggap aku apa? Apa cintaku selama 6 tahun ini tak cukup meyakinkanmu? Tak cukup membahagiakanmu? Tak cukup menghiasi harimu?



Tears in my eyes started to drop
I didn’t know I will be this hurt yeah ~ I never know
I should have know your heart longer, yeah, no no
If only time would allow me to go back to the past
I won’t let go both of your hands
I won’t let you go

(B2ST – Yet)




Sudah 2 tahun kau tidak menghubungiku. Sudah 2 tahun kau tak memberiku kabar. Sudah 2 tahun aku terus mengkhawatirkanmu.

Aku mengira terjadi sesuatu padamu. Hatiku resah, bimbang, dan takut.

Resah terus memikirkanmu yang sudah tak menghubungiku lagi. Bimbang memikirkan sisa cintamu padaku. Takut bahwa kau telah berpaling dariku.

Haahh…dunia memang kejam. Semua yang kukhawatirkan ternyata menjadi kenyataan. Kini semuanya berbalik. Aku merasa digelicirkan di hamparan es yang curam dan jatuh ke dalam air yang sangat dingin sebelum aku membeku di dalamnya.

Hari itu kau datang padaku. Kau pulang. Awalnya aku sangat senang dengan kedatanganmu. Aku memelukmu erat, melepas rindu yang selama 2 tahun terakhir ini kupendam.

Tapi kau diam, tak membalas pelukanku. Aku sudah tak melihat cahaya cinta di matamu. Yang ada hanyalah tatapan menyesal yang menurutku sedikit aneh.

Berbeda dengan saat terakhir kali kita bertemu 2 tahun yang lalu. Saat itu kau datang padaku untuk melepas rindu. Tapi hari itu kau datang untuk menyampaikan berita mengejutkan untukku.

Kau tahu bagaimana rasanya saat aku menerima surat itu langsung darimu? Surat yang membuat cintaku selama 6 tahun ini menjadi terlihat sia-sia. Dan kenyataannya memang sia-sia.


Flashback

Hari ini ia datang tiba-tiba padaku. Ia mengajakku pergi ke tempat dimana pertama kali kita bertemu. Tempat dimana pertama kali ia mengatakan ‘Saranghaeyo’ padaku secara tiba-tiba.

“Kenapa kau datang tiba-tiba seperti ini? Kenapa kau tidak memberitahuku dulu? Kenapa selama 2 tahun ini kau tak pernah mengabariku lagi? Apa terjadi sesuatu padamu?” aku melontarkan semua pertanyaan yang selama ini memenuhi pikiranku.

“Mianhae, Sunyoung-a. Jeongmal mianhae.” hanya itu yang terucap dari bibirnya.

“Maaf untuk apa? Jelaskan padaku apa salahmu agar aku bisa memaafkanmu.” pintaku.

“Maaf karena aku tidak bisa menepati janjiku.”

“Apa maksudmu?” tanyaku heran.

“Ini untukmu.” ia menyodorkan surat kecil berwarna coklat yang dihiasi pita berwarna orange di sudut kirinya. Aku semakin bingung dibuatnya.

Surat itu, aku mengenalnya sebagai surat undangan. Di depannya tertulis namaku. Dan di pojok kanannya terdapat tulisan ‘Undangan Pernikahan’.

Sebenarnya aku tak ingin membaca surat itu. Bahkan menyentuhnya pun aku tak mau. Tapi karena aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, akhirnya aku membukanya.

Jantungku berdetak kencang tak karuan. Aku membaca surat itu tiga kali sampai akhirnya aku sadar, surat itu telah memberitahuku bahwa tak akan ada lagi cinta yang ia berikan padaku.

Tertulis jelas dalam surat undangan itu namanya dan nama seorang yeoja yang tak kukenal. Juga terpampang foto kecil pra-wedding mereka yang sangat mesra dan penuh dengan sinar kebahagiaan.

Inikah balasan cinta yang selama ini kutanam hanya untukmu? Surat undangan inikah hasilnya?

“Wae? Kenapa kau melakukan ini padaku?” air mata mulai menetes di sudut mataku.

“Mianhae. Aku sudah tak bisa memberikan cintaku lagi padamu. Seluruh cintaku sudah kuserahkan pada yeoja itu.”

“Apa ada yang salah denganku? Kalau memang ada, maafkan aku.” aku menatap matanya dalam, mencoba mencari setitik cahaya di matanya, tapi tak kutemukan.

“Tak ada yang salah denganmu. Tapi maaf, hatiku sudah tidak terbuka lagi untukmu. Aku harap kau bisa menerimanya.” ucapnya pelan tapi pasti.

“Bagaimana bisa aku menerimanya? Tidakkah kau tahu seberapa besar cintaku padamu selama 6 tahun ini? Apakah kau akan membuat cerita cinta kita terhapus begitu saja dan membiarkannya menjadi sia-sia?” air mataku keluar semakin deras.

“Lupakan cerita cinta kita yang lalu itu. Aku akan membuka lembaran baru dengan yeoja yang sekarang kucintai. Lebih baik kau mencari namja lain yang lebih baik dariku. Lupakan aku. Lupakan tentang kita!” pintanya. Aku tak percaya dengan apa yang ia katakan. Semudah itukah ia memintaku untuk melupakannya?

“Jadi, selama 6 tahun ini, kau anggap aku apa? Begitu mudahnya kau memintaku untuk melupakanmu sedangkan selama 6 tahun ini hanya ada kau di hatiku. Apa kau menganggapku sebagai pengisi waktu luang disaat waktumu sedang senggang?!” aku meneriakinya. Aku sudah tak bisa menahan amarah dan sakit ini. Dua-duanya menjadi satu dan meledak begitu saja bersama air mata.

“Ani. Aku memang mencintaimu. Tapi itu dulu, jangan samakan dengan sekarang.”

Tak ada yang bisa aku lakukan. Aku tak bisa berbuat apapun saking shock-nya mendengar semua ini langsung dari mulutnya sendiri.

Ia bangkit, menatap ‘Gunung Kemerahan’ sebentar dan berkata, “Aku tak bisa berlama-lama disini. Hari ini aku harus mengurus persiapan pernikahanku. Aku mohon jangan terlalu terpuruk dengan kejadian ini. Hilangkan rasa cintamu padaku.” aku terus menangis mendengar kata-katanya.

“Setelah menikah, aku akan tinggal di Jerman bersama istriku. Aku harap kau datang ke pesta pernikahanku agar kita bisa bertemu untuk yang terakhir kalinya. Nanti akan kuperkenalkan istriku padamu. Annyeong, Sunyoung…” ia pergi meninggalkanku yang masih menangis.

“Donghae-a! Kembali!! Jebal, Donghae-a…!!!” aku terus memanggil namanya, tapi ia tak kembali. Sama seperti cintanya yang tak akan pernah kembali lagi padaku.

Aku benci harus seperti ini. Aku BENCI!!! Kenapa Tuhan tak membiarkanku bahagia bersamanya? Kenapa Tuhan harus membuat kisah cintaku ini menjadi sia-sia? Wae? WAE??!!

Sore ini aku melampiaskan semua ganjalan di hatiku di tempat ini. Tempat dimana pertama kali aku bertemu denganmu sekaligus tempat dimana aku terakhir kalinya bertemu denganmu. Kutumpahkan semuanya pada ilalang yang membelai rambutku pelan dan pada gunung yang terus diam memperhatikanku.

Flashback End




It’s a lie, it’s a lie
We can’t end like this
Come back to me again, please come back to me
I can’t believe the fact that you are leaving me

No matter what I say to you right now,
It’s going to have no effect whatsoever
This isn’t right, this isn’t right
I can’t trust this fact

(B2ST – The Fact)




Dan itulah alasan mengapa aku berdiri disini, di sebuah tepian yang memisahkan hamparan ilalang dengan ‘Gunung Kemerahan’, yang bahkan sampai sekarang belum kuketahui namanya.

Seharusnya hari ini aku berada di tempat dimana kau sedang menjamu para tamu undangan bersama istrimu. Tapi aku tidak cukup bodoh untuk datang ke pesta pernikahanmu dan menyesali perbuatanmu dengan menangis disana.

Kulihat pemandangan di bawahku. Cukup tinggi, pikirku. Dan cukup bagus untuk melepaskan semua penat di hati ini.

Kurasakan angin berhembus menyentuh lembut kulitku. Kurentangkan tanganku dan kupejamkan mataku. Menikmati setiap detik yang tersisa.

Mianhae, mianhae Donghae…aku tak bisa melupakanmu. Aku tak bisa melupakan semua perasaan cintaku padamu. Kau tahu betapa susahnya menebang pohon besar yang sudah tumbuh bertahun-tahun tanpa mengunakan alat yang sangat tajam. Begitu juga denganku. Aku tak bisa menghilangkan rasa cintaku yang sudah bertahun-tahun tersimpan di hatiku. Mungkin hanya cara ini yang bisa membantuku melupakannya.

“Selamat tinggal Donghae, semoga kau bahagia dengan yeoja pilihanmu. Maaf aku tak bisa menepati janjiku untuk hidup bahagia bersamamu selamanya. Mungkin nanti di atas sana kita bisa bertemu lagi. Tapi itu mungkin. Annyeong kyeseyo, Donghae-a…”

Tanpa membuka mata, aku menjatuhkan diriku ke jurang itu. Jurang yang bisa membuat semua hambatan di hatiku lepas. Jurang yang bisa membuat hatiku bebas. Jurang yang bisa membuatku melupakanmu untuk selamanya.



I never wanted to admit it
I never thought we would end it like this
But I gotta say, I still love you

I don’t remember what I did that day
I was waiting for your call until I can’t do anything else
Both of my eyes wanted to see you
Your face is still clearly seen in my heart

(B2ST – Yet)



-THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar